Potongan Tarif Ojol Naik 20 Persen? DPR RI: Tidak Manusiawi!

Reporter : Redaksi
Ilustrasi ojek online

JAKARTA- Suara para pengemudi ojek online (ojol) menuai perhatian serius dari Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI. Dalam rangkaian kegiatan “Festival Aspirasi” yang digelar di Alun-Alun M. Hasibuan, Kota Bekasi, para pengemudi menyampaikan keluhan mengenai besarnya potongan tarif sekitar 20 persen yang diberlakukan oleh aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim.

Para pengemudi menilai bahwa potongan tersebut terlalu membebani, apalagi dengan kondisi kerja yang tidak pasti dan pendapatan yang fluktuatif. Dalam forum tersebut, mereka mengusulkan agar potongan diturunkan menjadi hanya 10 persen.

Baca juga: Soal Pengemudi Ojol Tidak Dapat Subsidi BBM, Anggota Komisi XII DPR RI Buka Suara

Menanggapi aspirasi tersebut, Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menyatakan dukungan penuh terhadap usulan pemotongan tarif tersebut.

“Kita tadi berbicara tentang nilai kemanusiaan yang harus diperjuangkan. Karena ini menyangkut hidup mati pengemudi, keluarganya, dan masa depan anak-anak mereka. Maka angka-angka itu tak ada artinya dibanding nilai kemanusiaan,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini dikutip dari laman resmi DPR RI (Parlementaria), Minggu (18/5/2025).

Saat ditanya langsung apakah BAM DPR RI mendukung pemotongan tarif menjadi 10 persen, Adian dengan tegas menjawab, “Setuju, 10 persen.”

Adian menambahkan bahwa hasil aspirasi ini akan dibawa ke Komisi-Komisi terkait di DPR RI untuk dibahas lebih lanjut bersama Kementerian terkait, seperti Kemenaker, Kemenhub, Kementerian UMKM, dan Komdigi.

Menurutnya, BAM lebih fokus pada peningkatan pendapatan pengemudi demi kesejahteraan mereka.

Baca juga: Awas Terjebak Modus Penipuan Bisnis Hotel di Online, Ini Imbauan Anggota DPR RI

Diskusi dalam Festival Aspirasi ini bertajuk “Menata Ulang Regulasi Transportasi Online yang Berkeadilan” dan menghadirkan berbagai narasumber dari instansi pemerintah, kepolisian, asosiasi, serta para aplikator. Beberapa isu utama yang dibahas antara lain kejelasan hubungan kerja antara pengemudi dan aplikator, perlindungan hukum, dan keselamatan kerja di lapangan.

Sementara itu, pihak aplikator masih mempertahankan posisi mereka sebagai penyedia platform digital, bukan sebagai pengusaha transportasi. Mereka menilai perubahan status mitra menjadi karyawan tetap akan berdampak besar terhadap struktur bisnis dan regulasi yang berlaku saat ini.

Dengan semakin besarnya tekanan dari para pengemudi serta keseriusan BAM DPR RI dalam menanggapi masalah ini, diharapkan akan lahir regulasi baru yang mampu memberikan keadilan dan perlindungan yang layak bagi pengemudi transportasi online di era digital.

Baca juga: 4 Pilar Polsek Benowo Dan Forkopimca Mediasi Perselisihan Ojol Dan Opang Osowilangon

Turut hadir Anggota BAM DPR RI lintas Fraksi diantaranya Tamanuri (Fraksi PDI-Perjuangan), Obon Tabroni (Fraksi Gerindra), Siti Mukaromah (Fraksi PKB) dan Muh. Haris (Fraksi PKS). Lalu berbagai instansi terkait sebagai narasumber, di antaranya Kemenaker RI yang membahas isu hubungan kerja antara mitra dan pekerja formal dan Kemenhub RI terkait tantangan regulasi transportasi digital.

Dalam kesempatan itu, hadir pula dari pihak Komdigi RI melalui Dirjen Ekosistem Digital yang menyoroti regulasi ekosistem digital transportasi, Kementerian Koperasi dan UKM yang mengangkat perspektif transportasi online sebagai bagian dari usaha mikro, dan pihak Korlantas Polri dengan fokus pada aspek keselamatan dan penegakan hukum.

Selanjutnya perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim yang memaparkan model kemitraan dan komitmen perlindungan mitra dan Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) yang mengulas dampak gig economy terhadap regulasi transportasi online. (*)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru