BACASAJA.ID - Pilpres Amerika Serikat memanas. Hasil elektoral membawa calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Joe Biden semakin unggul dari rivalnya, Donald Trump yang diusung Partai Republik. Namun Trump sang petahana dari Partai Republik mengajukan tuntutan hukum dan penghitungan ulang.
Pantauan hitung cepat yang ditayangkan media massa AS, Kamis (4/11) pagi WIB, menempatkan Joe Biden unggul 39 elektoral suara dari Trump.Joe Biden kini memiliki 253 elektoral suara, sedangkan Trump tidak beranjak, tetap di 214 elektoral suara.
Dari data yang dipaparkan Washington Post, Biden sudah mendapatkan 70.264.998 pemilih atau 50.3 persen sedangkan Trump 67.109.185 pemilih atau 48,1 persen.
"Dan sekarang setelah malam penghitungan yang panjang, jelas bahwa kami memenangi cukup banyak negara bagian untuk mencapai 270 suara elektoral yang dibutuhkan untuk memenangi kursi kepresidenan," kata Biden di negara bagian tempatnya berasal, Delaware.
Ia muncul bersama pasangannya, calon wakil presiden Kamala Harris. "Saya di sini bukan untuk menyatakan bahwa kami telah menang. Tapi saya di sini untuk melaporkan bahwa ketika penghitungan selesai, kami yakin akan menjadi pemenang."
Sebelumnya, Donald Trump resmi mengajukan permohonan penghentian penghitungan suara di negara bagian Pennsylvania. Tim kampanye Trump menuding, pejabat pemilihan setempat melarang 'pemantau' untuk mendekati proses penghitungan suara dengan jarak 7 meter dari petugas penghitungan suara di Pennsylvania.
Selain itu, kubu Trump juga meminta penghitungan ulang di negara bagian Wisconsin. Hal ini lantaran pihaknya mandapati laporan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilpres AS 2020 di negara bagian yang terletak di tengah Amerika ini.
"Ada laporan pelanggaran di beberapa daerah di negara bagian Wisconsin yang menimbulkan keraguan serius tentang keabsahan hasil," kata Manajer kampanye Donald Trump, Bill Stepien seperti dikutip dari CNN, Kamis (5/11).
Manajer kampanye Trump, Justin Clark mengatakan, pihaknya meminta penghitungan suara di Pennsylvania karena dinilai tidak transparan dan tidak sesuai dengan hukum.
"Kami menuntut untuk menghentikan sementara penghitungan sampai ada transparansi yang berarti, dan Partai Republik dapat memastikan semua penghitungan dilakukan di atas papan dan oleh hukum," kata Justin.
Perdebatan pascapemungutan suara itu merupakan puncak dari rangkaian kampanye sengit di tengah pandemi, yang telah membunuh lebih dari 233.000 orang di Amerika Serikat dan membuat jutaan orang menganggur.
Negara itu juga bergulat dengan kerusuhan berbulan-bulan melalui aksi-aksi protes atas rasisme dan kebrutalan polisi. Para pendukung kedua kandidat mengungkapkan kemarahan, frustrasi, dan ketakutan karena tidak melihat kejelasan soal kapan pemilu akan diselesaikan.
Trump memimpin di Georgia dan North Carolina, sementara keunggulannya menyusut di Pennsylvania.
Tanpa Wisconsin dan Michigan, dia harus menang di ketiga negara bagian tersebut, ditambah Arizona atau Nevada, tempat Biden memimpin dalam penghitungan terbaru suara.
Biden akan menjadi calon presiden Demokrat kedua yang memenangi Arizona dalam 72 tahun. Trump menang di negara bagian itu pada 2016. Di Pennsylvania, keunggulan Trump turun menjadi sekitar 320.000 suara pada saat para petugas secara bertahap menyelesaikan penghitungan jutaan surat suara yang masuk, yang tampaknya akan menguntungkan Biden.
Manajer kampanye Trump, Bill Stepien, menyebut presiden sebagai pemenang di Pennsylvania, meskipun pejabat di negara bagian tersebut belum menyelesaikan penghitungan. Biden mengatakan dia merasa "sangat baik" tentang peluangnya di Pennsylvania.
Menyangkut perolehan suara keseluruhan secara nasional, posisi Biden pada Rabu berada di depan Trump, dengan memperoleh sekitar tiga juta lebih suara.
Trump pada pilpres 2016 menang atas kandidat Demokrat, Hillary Clinton, setelah mencatat keunggulan di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran penting meskipun Hillary memperoleh sekitar tiga juta suara lebih banyak dibandingkan Trump secara nasional. (ant/cnn/rtr)
Editor : Redaksi