BACASAJA.ID - Meski Presiden Jokowi memerintahkan Kementrian ATR/BPN mempermudah pengurusan sertifikat tanah, namun faktanya masih banyak warga yang mengeluh. Seperti dialami warga Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Sudah 10 tahun mengurus di Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN), tapi sertifikat tanah tak kunjung jadi. Kok bisa?
Hal itu terungkap saat Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (hearing) atas aduan warga tersebut. Hadir dalam rapat, BPN Kota Surabaya, Kabag Hukum Pemkot Surabaya, Kecamatan, Kelurahan dan sejumlah perwakilan warga Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.
“Tanah saya ini menurut versi BPN katanya milik PT Pertamina,” kata Nanang Hendratno, salah satu perwakilan warga kelurahan Pakis Surabaya dikutip Selasa (10/11).
Namun anehnya, lanjut Nanang, pihak PT Pertamina tidak merasa mengklaim tanah miliknya, sehingga dikembalikan kembali lagi ke BPN dan BPN dinilai bulet sampai sepuluh tahun. “Kita mau mengurus sertifikat selama 10 tahun belum bisa sampai sekarang BPN bulet,” ungkapnya.
Mantan ketua RW 3 kelurahan Pakis Surabaya tahun 2003 ini menceritakan, sebenarnya PT Pertamina hanya menanyakan bahwa ada temukan tanah Eigendom 1778 oleh BPK yang didalamnya ada aset milik PT Pertamina dan hal ini dipertanyakan oleh warga yang sudah terlanjur mengurus sertifikat.
“Apakah itu benar itu tanpa ditelusuri, tiba-tiba berkas kami yang mau menjadi sertifikat di hentikan sejak tahun 2010 sampai sekarang,” papar dia.
Menurut Nanang, ada 85 warga yang berada di atas tanah diluas 400 meter persegi sebagian besar sudah bersertifikat, tetapi menurut versi BPN di tahun 2010 ada 110 hektar tanah milik warga.
“Sedangkan kalau menurut versi BPN yang sekarang saat ini 210 hektar milik pertamina," ujarnya.
Sementara Section head Comunition PT Pertamina Regional Jawa Timur Ahad Rahedi mengatakan sesuai dengan arahan dari pimpinan komisi A DPRD Surabaya, pihaknya akan segera menindaklanjuti seperti apa kasus ini sebenarnya.
“Termasuk interaktif dengan pihak BPN serta Lurah dan Camat terkait percepatan sengketa (Tanah) ini sesuai kebutuhan hasil hearing ini,’ ujar Ahad Rahedi.
Sementara itu, Kasi Penanganan Sengketa dan Pengendalian Kantor Pertanahan Kota Surabaya 1 Agus Hariyanto mengatakan, intinya warga mengajukan sertifikat sebanyak 85 orang atau bidang sudah diproses.
“Bahkan dari 85 itu sudah diukur semuanya, sedangkan yang 22 sudah terbit surat keputusan pemberian haknya,” terang Agus.
Tetapi, menurut dia, ketika ada semacam klaim bahwa itu aset milik PT Pertamina, maka pihaknya menghentikan sementara prosesnya dan sambil menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak.
“Kita menghentikan sementara prosesnya sambl menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak,” kata Agus.
Saat ini, masih kata Agus, masih mencari tahu kejelasannya, kalau memang itu aset PT Pertamina tentunya pihaknya kemballi menegaskan akan menghentikan sementara proses pengajuan warga.
“Kalau PT Pertamina tidak bisa menunjukan, seharusnya bisa memberikan kejelasan juga ke warga,” tutur dia.
Setelah mendengarkan penjelasan dari berbagai pihak, Ketua Komisi A Pertiwi Ayu Krishna selaku pimpinan rapat mengatakan, jika pihaknya sangat prihatin jika ada sebuah institusi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mengklaim memiliki aset tanah seluas 220 hektar.
“Notabenenya kalau di sana ada 220 hektar, berarti ada tanah tanah pemkot yang diakui oleh PT Pertamina, padahal ada 85 warga Pakis yang sedang dalam proses pengajuan sertifikasi ke BPN, dan ternyata harus terhenti karena muncul klaim dari BUMN (PT Pertamina). Dalam hearing tadi, pihak Pertamina sendiri tidak bisa meperlihatkan dan menunjukkan peta bidangnya,” ujar Pertiwi Ayu Krishna.
Ayu-sapaan akrab Pertiwi Ayu Krishna, menerangkan bahwa wakil dari Pertamina mengaku jika peta bidangnya ada di BPN yang perwakilannya juga hadir dalam rapat. “Namun tinggal konstruksi penempatannya ada di mana, dan kalau memang 220 hektar, maka termasuk kantor kecamatan Sawahan, hotel Shangrilla dan lainya berarti milik Pertamina. Apakah mungkin tanah seluas itu miliknya, apalagi Pertamina tidak bisa menunjukan suratnya,” terang Ayu.
Oleh karenanya, saat hearing berlangsung Ayu sempat menyarankan kepada Pertamina agar langsung menancapkan patok sesuai surat kepemilikan lahannya, jika itu memang ada.
“Kenapa tidak langsung dipatok tanah yang disana, berarti bisa dicurigai karena tidak mau membayar pajak otomatis merugikan negara. Di sini fair-fairan saja, kalau memang diakui ya bayarlah pajak (Tanah) tersebut,” tegas Ayu.
Sementara sudah ada 22 warga yang sudah mengajukan sertifikat namun harus terhenti karena alasan dari BPN sudah mendapatkan surat dari Pertamina. “Kalau memang BPN dapat surat dari Pertamina, kenapa dia tidak segara langsung memancang patoknya,” kata Ayu.
Ayu mengutarakan kalimat sindiran, yang mengatakan jika PT Pertamima sangat hebat karena memiliki aset tanah yang luas dan lokasinya di tengah kota. Namun Ayu juga mempertanyakan soal kebenarannya.
“Padahal sebanyak 22 warga sudah rutin membayar HGB. Mereka ini kasihan juga, karena warga sudah rutin membayar HGB dan ini sudah menjadi kewajiban mereka,” pungkas politisi Partai Golkar ini. (rd/ji)
Editor : Redaksi