BACASAJA.ID – Kabar mengejutkan datang dari pengelolaan air irigasi di Tulungagung. Pasalnya, terjadi penyusutan air hingga 40 persen. Ini yang kemudian memantik spekulasi adanya dugaan pencurian air. Benarkah?
Dari informasi yang dihimpun, sebanyak 11 ribu meter kubik per detik air disalurkan ke Tulungagung untuk irigasi dari Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar. Sayangnya, air yang diterima menyusut menjadi 40 persen sesampainya di lahan milik petani.
"Sesampai di area persawahan Tulungagung hanya sekitar 6.600 meter kubik (per detik)," ungkap Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Anang Pratistianto dikutip Jumat (12/3/2021).
Hilangnya air ini dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari meresapnya air ke dalam tanah, kerusakan saluran air, namun kehilangan terbesar lantaran air diambil secara ilegal.
Air ini dialirkan dari Bendungan Wlingi ke sistem irigasi Lodoyo Tulungagung (Lodagung). "Banyak pengambilan air untuk kepentingan usaha warga," ungkap Anang.
Dari penyusuran yang dilakukan DKPP, ditemukan sekurangnya 20 saluran untuk pengambilan air ilegal dalam skala besar. Meski begitu pihaknya tak bisa menertibkan lantaran ada perlawanan fisik dari pelaku. Para pelaku mengaku sangat membutuhkan air itu untuk usaha mereka.
“Yang paling banyak ditemukan adalah pengambilan untuk perikanan, ada juga untuk peternakan,”sambung Anang.
Dampak dari pengambilan air ilegal itu, petani di wilayah Kecamatan Kedungwaru dan Boyolangu sering kekurangan air, terutama pada musim tanam ke- 2 dan ke-3. Akibatnya petani harus bergilir menyalurkan air ke sawah setiap 3-5 hari sekali. Padahal jika tidak ada pencurian, petanintak perlu menggilir jatah air irigasi.
“Karena kekurangan air, saluran pembuangan pun mereka bendung lagi. Padahal secara teori, saluran pembuangan tidak boleh didam (bendung),” ujar Anang.
Petani mengakali kekurangan air ini dengan membendung saluran pembuangan, sehingga ketinggian air naik. Air kemudian dimanfaatkan lagi untuk mengairi sawah.
Namun Anang memberi catatan, saat menjelang musim hujan bendungan tak permanen ini harus dibongkar. “Begitu musim hujan tiba, bendungan yang mereka buat harus dibongkar, supaya tidak terjadi banjir,” tegas Anang.
Lebih jauh Anang mengungkapkan, saluran Lodagung ini ada di bawah Kementerian pusat, dan kewenangannya dilimpahkan ke Provinsi.
Meski saluran ini bukan kewenangan Pemkab Tulungagung, DPKP Tulungagung aktif merawat Lodagung. Anang beralasan, saluran ini ada di Tulungagung dan menjadi sumber penghidupan para petani Tulungagung.
“Misalnya ada pembersihan saluran, pembukaan pintu air, ada yang jebol kami selalu terlibat. Kami tidak bisa angkat tanan, karena warga kita butuh,” pungkas Anang. (Noyo/JP)
Editor : Redaksi