PP GPII : Bom Astana Anyar Teror Yang Keji

bacasaja.id
Lokasi tindakan bom bunuh diri di Kepolisian Sektor Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, terjadi pada hari Rabu. 7 Desember 2022 pukul 08.20 WIB

BACASAJA.ID - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP-GPII) mengecam tindakan bom bunuh diri di Kepolisian Sektor Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, terjadi pada hari Rabu. 7 Desember 2022 pukul 08.20 WIB. Saat itu, sejumlah aparat kepolisian dalam persiapan akan apel pagi. Secara tiba-tiba, terduga pelaku bom bunuh diri Agus Sujatno datang mengendarai sepeda motor dan mendekati sejumlah anggota polisi Sektor Astana Anyar.

Sempat dua polisi mencegahnya, tetapi pelaku mengacungkan senjata tajam. Kemudian bom meledak secara mendadak, menewaskan si pelaku Agus dan 11 orang lainnya menjadi korban ledakan bom bunuh diri itu. Ada 11 orang korban ledakan yang meliputi sepuluh anggota polisi dan satu warga sipil yang sedang melintas di sekitar lokasi ledakan. Naas, ada satu anggota polisi korban meninggal dunia bernama Ajun Inspektur Satu Sofyan.

“PP-GPII pertama sekali sangat berduka dari hati yang amat dalam atas tindakan keji teror bom bunuh diri di Sektor Astana Anyar Bandung. Kami berdoa semoga korban meninggal dunia dalam keadaan husnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Serta untuk Korban yang luka-luka semoga diberikan kekuatan fisik dan mental serta kesehatan kembali,“ Kata Ketua Pimpinan Pusat GPII, Ismail dalam keterangannya saat ditemui di Jakarta.

Ismail mengatakan aksi bom bunuh diri adalah kejahatan kemanusiaan yang biadab. Terorisme adalah ideologi kejahatan dan kekerasan. Terorisme tidak ada kaitannya dengan agama mana pun. Karena faham terorisme tidak memiliki agama.

"tidak ada agama yang mengajarkan teror dan kekerasan, apalagi membunuh orang lain yang tidak bersalah,”ungkapnya.

Tebar Ketakutan Melalui
Bom Bunuh Diri.
Ismail menambahkan aksi tebar ketakutan dan kekerasan melalui tindak bom bunuh diri ini berulang kali dilakukan oleh para penjahat terorisme melalui pesan di lokasi kejadian. Salah satu diantaranya adalah markas kepolisian. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang dianggap strategis untuk menebarkan ketakutan.
Sejarah mencatat, ada sejumlah aksi terorisme di negeri ini yang menjadikan markas kepolisian sebagai objek serangan. Pada Mei 2018 terjadi serangan bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. Pada tahun 2017, ada aksi teror penusukan terhadap personel kepolisian di Mapolda Sumatera Utara dan terhadap personel kepolisian di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang berjarak sangat dekat dari gedung Mabes Polri . Sebelumnya juga tahun 2011 yang lalu, ada kejadian aksi bom bunuh diri di Mapolres Surakarta. Serangan ini juga dilancarkan pelaku di Masjid yang berada di Markas Kepolisian Resor Cirebon Kota.

Mendukung BNPT RI Bersinergi Cegah Terorisme

Pelaku bom bunuh diri di Astana Anyar, Bandung yakni Agus Sujatno alias Agus Muslim diketahui merupakan mantan napiter. Pernah dihukum penjara lantaran terlibat aksi bom panci di Cicendo. Agus keluar dari penjara Nusakambangan beberapa bulan lalu dalam keadaan “merah”.
Status “merah” ini digunakan untuk mengkategorikan narapidana yang masih berpandangan belum NKRI dan belum mau menjalani proses deradikalisasi. Apakah ini menandakan bahwa proses deradikaliasi itu gagal? Tentu tidak dan sangat terburu-buru jika dikatakan bahwa program deradikalisasi yang dilakukan itu gagal.

Ketua Pimpinan Pusat GPII, Ismail menjelaskan lebih lanjut, tidak semua mantan napiter kembali ke jaringan terorisme pasca keluar dari penjara. Banyak juga mantan napiter justru kembali ke masyarakat umum dan menjadi warga yang normal alias tidak lagi terlibat jaringan terorisme kembali. Bahkan, sebagian besar nama-nama  dalam dunia terorisme seperti Ali Imran, Ali Fauzi dan lain-lain pun bisa disadarkan dengan program deradikalisasi dan bahkan kini berbalik arah menjadi mitra pemerintah dalam memberantas terorisme dan menjadi champions tokoh perubahan di kampung tempat tinggal dan sekitarnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan Perpres No. 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PerpresNo. 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. BNPT RI memiliki tugas dan salah satu programnya adalah deradikalisasi yang memiliki beberapa tahapan. Seperti yang ada di dalam lapas terlebih dahulu dengan identifikasi, rehabilitasi, re-edukasi, dan re-integrasi. Sedangkan, upaya pencegahan yang ada di luar lapas, dilakukan identifikasi, pembinaan keagamaan, wawasan kebangsaan, dan kewirausahaan.

Impact program deradikalisasi semestinya tidak hanya bergantung ketika napiter tersebut berada dalam lapas, namun juga di luar lapas. Di tahapan ini, keberhasilan program deradikalisasi dan mitigasi virus radikalisme terorisme sangat bergantung pada kerjasama dan  sinergisitas dari seluruh lapisan masyarakat dengan  pendekatan hulu ke hilir.
Peran dari  keluarga, lingkungan terdekat, dan masyarakat pada umumnya. Keluarga, idealnya menjadi bagian anggota masyarakat terkecil yang kuat memberikan dukungan positif bagi para mantan napiter yang telah keluar dari penjara. Keluarga dan masyarakat kiranya bisa mendukung, baik secara materil  maupun moril bagi kehidupan napiter pasca menjalani hukuman.

Tidak kalah pentingnya
adalah  keterlibatan langsung secara aktif  dari masyarakat untuk mau menerima kembali mantan napiter kembali ke lingkungannya. Penerimaan sosial (social acceptance) ini sangat penting sebagai modal awal mantan napiter untuk membaur dan berinteraksi menjalani hari-hari baru pasca keluar dari penjara.

Ismail juga menambahkan PP-GPII mendorong sinergisitas antar lembaga tetap solid dan bergotong-royong dalam penanggulangan radikalisme terorisme dari hulu ke hilir. Seperti kolaborasi antara BNPT RI, Polri, BIN, BAIS TNI dan lainnya.
 
"Seperti yang sudah dilakukan oleh BNPT RI dibawah kepemimpinan Komjend.Pol. Dr. Boy Rafli Amar bahwa dalam pencegahan tindak pidana terorisme butuh kerjasama dari banyak pihak. BNPT lebih familiar mengatakan dengan istilah pendekatan Pentahelix dan 5 vaksin Melindungi NKRI dari ancaman Virus Terorisme," kata Ismail. (*)

Oleh : ISMAIL ( Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia) PP GPII.

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru