Hasil Survei Pilwali Surabaya Berbeda, Benarkah karena Orderan?

bacasaja.id
Machfud Arifin dan Eri Cahyadi

BACASAJA.ID - Adanya perbedaan hasil survei Pilwali Surabaya 2020 yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei nasional, membuat publik bertanya-tanya. Apakah hasil survei itu orderan politik atau benar-benar berdasar penelitian ilmiah?

Menanggapi hal itu, pengamat politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Agus Mahfud Fauzi menyatakan bahwa hasil survei itu menunjukkan kondisinya masih sangat dinamis dan pemilih belum memutuskan pilihannya.

"Begitulah dinamika politik, aspirasi pemilih masih dinamis, bergerak mengikuti apa yang mereka lihat dan dengar tentang para calon. Ini menunjukkan bahwa pemilih belum memutuskan pilihannya," kata Agus Mahfud Fauzi dikutip dari Antara, Selasa (3/11)

Agus menilai perbedaan itu karena jadwal survei yang tidak bersamaan dan perjuangan calon bersama tim pemenangan masih bisa mengubah peta di setiap wilayah.

"Apalagi lembaga survei yang ada itu selama ini dianggap mempunyai kredibilitas sebagai lembaga survei," papar mantan komisioner KPU Jatim ini.

Menurutnya, lembaga survei tersebut masih bisa dipercaya kecuali ada lembaga yang sudah masuk angin yaitu sudah bisa dibeli sang pemesan.

"Hanya saja ini mempunyai risiko tinggi, yaitu calon mitra selanjutnya tidak akan memakai jika terbongkar kebohongannya," ujarnya.

Seperti diketahui, dua lembaga survei yakni Populi Center dan Pusat Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (PusdeHAM) sebelumnya secara elektabilitas mengunggulkan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 01, Eri Cahyadi-Armuji.

PusdeHAM menyebut Eri - Armudji meraup 48,6 persen, sedangkan MA-Mujiaman 42,1 persen. Ada selisih 6,5 persen. Adapun yang belum menentukan 9,3 persen.Sedang Populi Center menyebut selisihnya hanya terpaut 3,3 persen. Eri Cahyadi-Armuji mendapat suara 41,0 persen, mengungguli MA-Mujiaman Sukirno dengan 37,7 persen. Adapun yang tidak menjawab 21,3 persen.

Sementara Poltracking Indonesia merilis hasil survei dengan mengunggulkan Machfud Arifin dan Mujiaman dengan selisih 17,6 persen. Paslon ini memperoleh 51,7 persen. Sementara Eri Cahyadi-Armuji 34,1 persen. Sebanyak 5,0 persen masih merahasiakan jawaban dan yang belum menentukan pilihan atau undecided voters 9,2 persen.

Terpisah, Pengamat Sosial Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto mempertanyakan hasil survei Poltracking Indonesia yang dinilai tidak masuk akal karena popularitas Cawawali Mujiaman mengalahkan Cawawali Armuji.

Disebutkan angka popularitas 60,2 persen untuk Mujiaman dan 59,6 persen untuk Armuji. "Pak Armuji sudah lima kali terpilih menjadi wakil rakyat. Empat kali di DPRD Surabaya dan sekarang duduk di DPRD Jatim sebelum maju cawawali. Dia meraih sekitar 136.000 suara khusus untuk Surabaya saja. Jadi sangat aneh jika Pak Armuji kalah populer dibanding Pak Mujiaman di Surabaya," beber Andri.

Apalagi, kata Andri, Mujiaman yang merupakan mantan Dirut PDAM Surabaya belum teruji dalam memikat pemilih dan menghimpun suara. Berbeda dengan Armuji yang sudah terbukti sebagai wakil rakyat dengan perolehan 136.000 suara di Surabaya.

Jika berpasangan, Andri mengakui Machfud Arifin-Mujiaman bisa jadi lebih populer dibanding paslon Eri Cahyadi-Armuji karena Machfud Arifin sudah melakukan sosialisasi sejak awal 2019.

Andri menjelaskan ada tiga poin dalam popularitas yang dimiliki seseorang yakni popularitas positif, popularitas netral, dan popularitas negatif. Jika popularitas netral, hanya sekadar tahu saja, sedangkan popularitas positif, mengetahui dengan lebih jauh seperti sepak terjang dan prestasinya.

"Untuk popularitas negatif, masyarakt tahu karena hal-hal negatifnya. Mungkin saja, masyarakat tahu Pak Mujiaman karena banyakya aduan masyarakat saat Pak Mujiaman masih menjabat sebagai Dirut PDAM Surabaya. Kan banyak banget gangguan PDAM, bahkan sering mati sampai berhari-hari. Saat ada gangguan air PDAM, masyarakat pasti akan mengadu ke PDAM. Nah orang yang paling disalahkan ya pucuk pimpinan tertinggi," beber dia. (ant/ji)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru