SURABAYA - Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) merilis hasil survei terkait tingkat permisifitas politik uang dan membaca pola klientelisme di Jatim menjelang Pilkada 2024.
Radius Setiyawan selaku Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya mengatakan, hasil survei itu 38,3% masyarakat Jawa Timur menganggap wajar politik uang. Dalam survei tersebut juga ditemukan 9 kabupaten/kota permisif politik uang di Jawa Timur, yaitu:
- Kab.Ponorogo 7,5%
- Kab. Sampang 5,30%
- Kab.Bangkalan 4,40%
- Kab.Pamekasan 4,32%
- Kab.Sumenep 4,30%
- Kota Malang 4,12%
- Kab. Lumajang 4,00%
- Kab. Lamongan 3,45%
- Kab.Jember 3,30%.
“Hanya 5,9 masyarakat yang menolak menerima uang, sementara 54,8 masyarakat menerima uang tapi tidak memilih yang memberi uang dan 35,9 masyarakat menerima uang tersebut dan memilih calon yang memberikan uang,”ujar Radius.
Dalam hasil survei tersebut besaran nominal yang diharapkan masyarakat adalah 100.000 dengan presentasi tertinggi yakni 35,2 %.
Radius juga menjelaskan, bahwa teknik pengambilan sample memakai multistage random sampling. Dimana, lokasi diambil disemua kab/kota di Jawa Timur, sebanyak 38 Kab/ Kota. Kemudian, masing-masing Kab/Kota diambil di tingkat kecamatan untuk dijadikan sample penelitian. Sampel tiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.
“Dengan jumlah sampel sebanyak 1065 responden tersebar secara proporsional di 38 kab/ kota. Margin tingkat toleransi (standart of error / d ) 3% dengan tingkat kepercayaan adalah 95%,”kata Radius lagi.
Proses wawancara dilakukan On Call dengan responden menggunakan kuesioner oleh enumerator. Periode survei dilakukan 1-15 Oktober 2024.
Sementara itu Direktur PUSAD UMSurabaya, Satria Unggul Wicaksana mengatakan politik uang menjadi problematika serius menuju Pilkada 2024. Menurutnya, ada berbagai macam jenis dan sebutan (shodaqoh politik, serangan fajar, dsb) elektoral akan ditentukan dengan sangat presisi oleh masing-masing pasangan calon.
“Selain politik uang yang dilakukan secara konvensional, terdapat model politik uang dalam bentuk penyaluran bantuan sosial dan obral perizinan yang dilakukan oleh calon petahana yang kami masih kategorikan sebagai praktik dari politik uang,”ungkap Satria.
Menurutnya, berdasarkan hasil surveinya pola potensi money politics pemilih muda di Jawa Timur dalam beragam bentuk seperti; (trading of influence) atau menjanjikan jabatan-jabatan tertentu setelah calon terpilih. Uang Tunai (Cash Money) model pemberian dilakukan dengan diserahkan penuh atau bertahap dengan jaminan calon harus terpilih. Pemberian kebutuhan pokok sehari-hari seperti, minyak goreng, deterjen, mie instan, dll.
“Terdapat juga dalam bentuk infrastruktur yakni pemberian bantuan berupa pavingisasi, jembatan, sirtu, ada juga pemberian paket wisata kepada kelompok, paguyuban, dan hal sejenis,”katanya. (*)
Editor : Redaksi