BACASAJA.ID - Maksud hati membela hak orang tua, apa daya malah jadi terdakwa perkara pencemaran nama baik. Itulah yang dialami Verawaty Martini atas laporan seorang pengusaha Aditya Sutedja.
Verawaty Martini kini menghadapi persidangan di PN Bangkalan, tempat lokasi kejadian perkara pencemaran nama baik.
Sebelumnya, menurut versi pihak terdakwa, Aditya Sutedja menggunakan timpat tinggal orang tua Verawaty sebagai kantor PT Dwi Wira Usaha Bakti di Bangkalan. Setelah beberapa lama, Aditya pindah kantor namun tidak pamit kepada orang tua Verawaty.
Masalah tak berhenti karena pindahan tidak pamit, Aditya Sutedja, sambung Verawaty, diduga juga membawa semua dokumen milik tujuh PT yang berada di rumah orang tua Verawaty.
Karena Aditya Sutedja pindah kantor tidak pamit dan membawa semua dokumen tujuh perusahaan yang bukan miliknya, Verawaty atas suruhan orang tua dan para korban, mendatangi kantor PT Dwi Wira Usaha Bakti.
"Saya dimintai tolong oleh orang tua saya, karena Aditya telah memakai tempat tinggal orang tua saya sebagai kantornya. Sedangkan waktu pindahan tidak pamit sama orang tua saya," ungkap Verawaty dikutip Rabu (9/2/2022)
"Sehingga saya membantu sebanyak enam sampai tujuh korban tersebut, agar apa yang menjadi hak 6-7 orang tersebut dikembalikan kepada yang berhak, yang berwenang. Tapi semua dibawa oleh Aditya dan sekarang kasusnya sedang berjalan di Bareskrim Jakarta (Mabes Polri,red)," kata Verawaty.
Ketika berada di tempat tinggal orang tuanya yang dijadikan kantor PT Dwi Wira Usaha Bakti, Verawaty hanya bertemu dengan para pegawai saja. Karena pindah tidak pamit dan membawa dokumen yang bukan hak, Verawaty lantas menuduh Aditya Sutedja dengan sebutan 'maling'.
"Saya bilang kepada pegawainya, kenapa kalau pindah itu tidak bicara dulu, pamit dulu aturannya sebagai orang Indonesia, sebagai orang timur, kita di mana saja, kita harus pamit kepada tuan rumah, sedangkan dia pindah tidak pamit, semua dibawa," beber Verawaty.
Nah, pada saat dirinya melabrak itu ada pegawai Aditya yang merekam, yang kemudian dijadikan bahan aduan ke kepolisian.
Nahas dialami Verawaty Martini setelah bermaksud untuk memperjuangkan hak ibu kandungnya beserta beberapa orang pemilik perusahaan lainnya, kini dia justru harus menjalani sidang dugaan pencemaran nama baik.
Ajukan eksekpsi
Ingin mendapatkan keadilan, Verawaty pun mengajukan eksepsi atau Nota Keberatan (Eksepsi) dalam Perkara Pidana Nomor: 17/Pid.B/2022/PN.Bkl kepada majelis hakim, Selasa (8/2) siang di Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, Jalan Soekarno-Hatta, Bangkalan.
Eksepsi dilakukan setelah pihaknya mencermati Surat Dakwaan Nomor Register Perkara: PDM-23/Bkl/01/2022 tertanggal 20 Januari 2022 yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara, Kamis (3/2) lalu. Serta merujuk Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, kalau kejadian itu terjadi pada 21 Juni 2020. Sedang pihak Aditya Sutedja baru melaporkannya kepada pihak kepolisian, yakni Polres Bangkalan pada 27 Februari 2021.
"Dengan Undang-undang KUHP Pasal 74 ayat 1 itu sebenarnya sudah kadaluarsa. Tapi masih diterima aja oleh polisi, karena sebetulnya sudah kedaluarsa," terang Verawaty.
Editor : Redaksi