GPI Gelar Aksi Di Depan PN Tulungagung, Pertanyakan Proses Hukum Penjual Miras

author bacasaja.id

- Pewarta

Selasa, 22 Feb 2022 20:32 WIB

GPI Gelar Aksi Di Depan PN Tulungagung, Pertanyakan Proses Hukum Penjual Miras

i

Anggota GPI melakukan aksi didepan Pengadilan Negeri Tulungagung.

BACASAJA.ID - Pertanyakan proses hukum penjual miras, massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) melakukan aksi di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Selasa (22/2/2022).

Penjual miras yang dimaksud adalah JS, yang diamankan oleh Polisi gegara membawa 5 botol arak bali dan 8 botol minuman anggur cap orang tua.

Dalam aksinya, peserta aksi membawa poster yang mengkritisi penanganan kasus terhadasp JS, kinerja Jaksa dan hakim.

"Yang satu kardus ditangkap, yang satu gudang dibiarkan," salah satu tulisan yang dibawa massa.

"Kejar dan tangkap DPO dalam perkara miras ini," tulis yang lain.

Peserta aksi juga memantau jalanya sidang terhadap JS melalui monitor yang disediakan oleh PN Tulungagung.

"Sebagai masyarakat kami punya hak mengoreksi kinerja Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim," ujar Ketua GPI, Jaka Prasetya.

Menurut Jaka, banyak proses hukum terhadap JS yang dirasa kurang pas. Misalnya kandungan miras yang dijual, dari hasil laboratorium sama dengan yang dibuat di perusahaan.

Jika hal itu dimasukan sebagai pelanggaran hukum, pihaknya menganggap kurang pas jika dimasukan dalam dakwaan.

Atas kasus itu, ancaman hukuman terhadap JS lebih dari 5 tahun, namun dalam sidang JS tak didampingi oleh pengacara.

"Tapi bisa kita lihat, ternyata terdakwa menjalani persidangan tanpa ada pengacara," ungkap Jaka.

Sebelumnya JS diamankan dengan barang bukti berupa 5 botol arak bali dan 8 botol anggur merah.

JS lalu dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen yang dirasa juga kurang tepat. Sebab mencantumkan komposisi, tanggal kadaluwarsa serta efek samping merupakan kewajiban produsen, bukan penjual.

"Kalau orang yang mengedarkan atau kulakan di daerah, pengaturannya ada di Perda pengendalian minuman beralkohol," paparnya.

Jeratan Undang-undang Pangan juga kurang tepat, lantaran tidak ada upaya mengolah bahan pangan menjadi minuman. Juga tidak ada upaya pencampuran atau mengolah bahan-bahan tertentu menjadi minuman beralkohol.

"Selain arak bali dan anggur merah, tidak ada kandungan lain yang dicampur di situ. Sehingga hasil laboratorium sama dengan hasil produk," tegas Jaka.

Jaka melanjutkan, fatalnya lagi JPU menggunakan Pasal 64 UU Cipta Kerja. Padahal pasal itu sudah dihapus, sehingga tidak bisa dipakai dalam dakwaan alternative maupun akumulatif.

Jaka menilai ada upaya pemaksaan penggunaan pasal tersebut dalam perkara JS ini.

"Apakah JPU kurang teliti sehingga masih menggunakan pasal itu sudah dihapus?" ujarnya.

Lebih jauh, menurut Jaka penindakan penjualan minuman beralkohol dilakukan pemerintah daerah.

Para pelakunya diarahkan untuk mendapatkan Surat izin Usaha Perdagangan minuman beralkohol.

Sementara itu Kepala Kejaksaan negeri Tulungagung melalui Kasintel Kejaksaan Negeri, Agung Tri Radito mengatakan anggapan peserta aksi tentang penerapan pasal merupakan hak mereka.

Lebih lanjut, pihaknya sudah menangani kasus serupa dengan menggunakan pasal yang serupa.

“Itu hak mereka, kita biasanya juga memakai pasal tersebut,” jelasnya.

Kepolisian tengah gencar merazia para penjual miras ilegal di Tulungagung.

Para pelakunya dijerat dengan Undang-undang Pangan dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Hal ini memungkinkan hukum penjara kepada para pelakunya. Berbeda dengan penanganan sebelumnya yang menggunakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yang cukup membayar denda. (JP/t.ag/rg4)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU