Lindungi PMI, Pemkab Tulungagung Bersama ILO Luncurkan LTSA dan MRC

bacasaja.id
Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo memukul gong tanda diresmikanya LTSA dan MRC Kabupaten Tulungagung.

BACASAJA.ID - Pekerja Migran Indonesia (PMI) seringkali mendapat perlakuan tak manusiawi di luar negeri. Dari pelecehan seksual, hingga ancaman perdagangan manusia. Saat mendapat perlakukan itu, banyak PMI kebingungan harus mengadu. Tak jarang rasa sakit akibat perlakuan tak manusiawi itu dipendam sendiri.

Menanggapi permasalahan itu, kabupaten Tulungagung bersama ILO (International Labour Organitation) meluncurkan LTSA (layanan terpadu satu atap) dan MRC (Migrant Worker Resource Centre).

Baca juga: Pemkab Tulungagung Tandatangani NPHD Untuk KPU dan Bawaslu

Program ini merupakan bagian dari Program Safe and Fair (SAF), Realizing Women Migrant Workers' Rights and Opportunities in the ASEAN region yang merupakan bagian dari global Spotlight. Program spotlight diinisiasi oleh Uni Eropa-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Program ini bertujuan untuk menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan.

Program Safe and Fair (SAF) dilaksanakan oleh ILO dan UN Women bekerjasama dengan UNODC, atau lembaga di PBB yang mengurusi masalah narkotika dan tindak kejahatan.

Bupati Tulungagung, maryoto Birowo dalam sambutanya mengpresiasi peluncuran program ini. menurutnya, sebagai kabupaten yang banyak dari warganya bekerja sebagai PMI, Tulungagung sering mengani kasus kekerasan pada PMI.

“Dengan program ini, PMI akan lebih mudah mengadukan permasalahan hukum yang diaqlaminya ketika di luar negeri,” jelasnya.

Lalu bagaimana cara PMI melapor jika ada permasalahan hukum di luar negeri? Kepala Dinas Tenaga Kerja kabupaten Tulungagung, Agus santoso mengatakan sudah ada MRC yang bekrjasama dengan ILO.

“MRC banyak tangan-tanganya ILO yang diluar negeri,” jelasnya.

Baca juga: Lelang Perdana Kendaraan Pemkab Tulungagung, Ambulans Sepi Peminat RX King Paling Diminati

Selain MRC, ada juga BP2MI (badan perlindungan Pekerja Migran Indonesia). Agus menyebut kedua lembaga itu berbeda, meski BP2MI juga menangani kasus-kasus yang dilaporkan ke BP2 MI.

“tentu ditindak lanjuti oleh MRC,” kata Agus.

Dalam kurun waktu 2017-2019, BP2MI menerima sebanyak 12.508 aduan dari PMI. Agus menyebut paling akhir adalah kasus kekerasan yang diterima oleh PMi di Brunai Darusalam.

PMI berjenis kelamin perempuan ini dipaksa untuk dinikahi oleh majikanya. Lantaran menolak, PMI ini mendapat penganiayaan dari majikanya.

Baca juga: Pemkab Tulungagung Mulai Lelang Kendaraan Bermotornya

“Itu segra ada laporan dari ILO di Brunai, maka bisa segera kitab carikan penasehat hukum di sana,” katanya.

Berdasarkan data pemerintah Kabupaten periode 2019-09 Maret 2022, 3.799 pekerja migran dari Tulungagung adalah Perempuan dengan negara tujuan Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Cina Taiwan, Timur Tengah, dan Eropa.

Meskipun perempuan pekerja migran berkontribusi positif untuk pembangunan sosial dan ekonomi, pekerja migran merupakan kelompok yang paling rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan, serta pelanggaran hak ketenagakerjaan.

Crisis Kasus pengaduan yang mayoritas diadukan oleh pekerja rumah tangga, ABK dan pada umumnya terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja termasuk gaji tidak dibayar, jam kerja yang panjang, bekerja tidak sesuai dengan kontrak kerja, overcharging, penipuan peluang kerja, pelecehan, kekerasan, dan tindak pidana perdagangan orang. (JP/t.ag/rg4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru