Hasto Sentil Curhat SBY-Marzuki Alie: Moralitas Berpolitik itu Penting

author bacasaja.id

- Pewarta

Kamis, 18 Feb 2021 20:00 WIB

Hasto Sentil Curhat SBY-Marzuki Alie: Moralitas Berpolitik itu Penting

i

Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

BACASAJA.ID - Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto turut menanggapi curhatan Susilo Bambang Yudoyono atau SBY kepada Marzuki Alie yang menilai Megawati Soekarno Putri 'kecolongan dua kali'.

Sebelumnya, Marzuki Alie merupakan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, menyampaikan kisah pengakuan Susilo telah membuat Megawati Soekarnoputri 'dua kali kecolongan'. Yakni pada tahun 2004, ketika maju sebagai calon presiden.

Namun Hasto menegaskan, ia dan seluruh kader PDI Perjuangan, saat terjun di dunia politik, mereka diajarkan moralitas berpolitik, yaitu dalam perkataan dan perbuatan.

Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Marzuki Ali tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok SBY.

"Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut. Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizolimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzolimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," ungkapnya, pada Kamis (18/2/2021).

Hasto kemudian teringat sebuah kisah yang disampaikan oleh Alm. Prof. Dr. Cornelis Lay, bahwa sebelum SBY ditetapkan sebagai Menkopolhukan di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu, ada elite partai yang mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno. 

Selain itu, juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.

Namun sikap Megawati Soekarnoputri saat itu, lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan. Megawati juga mengatakan, bahwa ia mengangkat SBY sebagai Menkopolhukam bukan karena menantu Sarwo Edhie, melainkan karena SBY adalah TNI.

Lanjutnya, kata Hasto, Megawati menegaskan bahwa ada Indonesia dalam TNI sehingga Megawati tidak melihat SBY sebagai menantu Sarwo Edhie. Megawati juga mempertanyakan, kapan bangsa Indonesia maju kalau hanya melihat masa lalu.

Kemudian, Megawati meminta segenap bangsa Indonesia saat itu melihat ke depan. Sebab tidak ingin bangsa Indonesia memiliki sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa.

"Begitu pesan Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof. Cornelis kepada saya," kenang Hasto.

Pada kesimpulannya, Hasto menegaskan, bahwa apa yang disampaikan Marzuki Ali adalah bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah.

“Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, pasca pilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan," pungkasnya. (byt/rg4)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU