BACASAJA.ID - Daun talas di mata masyarakat mungkin merupakan barang yang tak ada gunanya. Masyarakat lebih memilih batangnya (lompong) atau umbinya ketimbang daunnya. Daun ini biasanya dibuang, atau dijadikan pakan ikan.
Namun di tangan Andi Cahyo (43) warga Desa Gilang Kecamatan Ngunut, Tulungagung, daun talas bisa menjadi pundi-pundi rupiah. Bahkan daun talas ini mampu menembus pasar ekspor.
Daun talas ini dipotong kecil-kecil mirip potongan tembakau dan dijadikan campuran tembakau.
Menurut pria 5 anak ini, kebutuhan tembakau daun talas mencapai 12 ton dalam sebulan, dan baru terpenuhi separuhnya.
“Kendalanya jumlah pekerja yang sedikit, serta bahan baku,” jelas Andi, Senin (24/1/22).
Daun talas olahannya diminati oleh negara Australia, Amerika, Inggris, Thailand, Abudhabi dan beberapa negara lainya.
Daun talas ini bermanfaat sebagai campuran rokok herbal.
Dalam sehari Andi dibantu 7 orang karyawanya mampu mengolah sekitar 5 kwintal daun talas basah.
3 orang kebagian mencari daun talas, sedang 4 lainya merajang dan menjemur daun talas.
Setelah menjalani proses, daun talas ini menyusut tinggal 15 persenya.
“Ada 2 grade, grade A dan grade B,” jelasnya.
Grade A biasanya berwarna kuning terang. Satu kilo tembakau daun talas grade A dihargai 22-24 ribu rupiah.
Sedang grade B berwarna agak kecoklatan. Tembakau ini dihargai 18-19 ribu rupiah perkilo.
Daun-daun talas ini diperoleh Andi dari lahan warga yang sudah bekerjasama dengannya.
Satu kilo daun talas kering dihargai Rp 1.200 rupiah.
Daun talas yang diambil berasal dari talas berjenis Kajar dan Talas Bening yang telah menguning dan agak layu.
“Lalu diperam dulu selama 3 hari, dihilangkan batang terus dirajang,” jelasnya.
Setelah dirajang, daun ini ditaruh di atas Idik (para-para) seperti menjemur tembakau.
Sekilas tak ada perbedaan antara tembakau daun talas dan tembakau asli, bahkan aromanya pun mirip tembakau.
“Kendalanya kalau hujan, maka proses jemurnya agak lama,” terangnya.
Lantaran hujan, tembakau yang seharusnya masuk grade A harus turun menjadi grade B.
Awalnya Andi meminjam lahan warga untuk menanam talas ini.
Lahan yang dipinjam biasanya berupa lahan yang tidak produktif, atau sistem tumpangsari di lahan sengon.
Dari tanaman talas ini bisa mulai dipanen pada 3 bulan pertama setiap Minggu.
“1 pohon bisa dipanen 1 ons daun tiap Minggu,” kata Andi.
Bukan tanpa hambatan, bisnis yang dirintis sejak 4 tahun lalu ini sempat terseok-seok.
Dirinya pernah ditipu broker (perantara), barangnya cuma dibayar 30 persen dan perantara itu kabur.
Tak patah semangat, Andi lalu mencari sendiri buyer tanpa melalui perantara. Bisnisnya mulai segar kembali sekitar setahun terakhir.
Dalam sebulan, dirinya mampu meraup keuntungan bersih hingga belasan juta rupiah.
Kini dirinya mencoba mengajak warga lainya untuk menanam talas, untuk memenuhi bahan baku daun talas. (JP/t.ag/RG4)
Editor : Redaksi