Ratusan Kepala Desa di Tulungagung Luruk DPRD Tolak Penaikkan NJOP

bacasaja.id
Ketua AKD Tulungagung Muhammad Sholeh.

BACASAJA.ID - Ratusan kepala desa di Tulungagung dan pengurus Asosiasi Kepala Desa (AKD) mendatangi gedung DPRD Tulungagung, Kamis (04/3/21).

Kedatangan mereka untuk melakukan hearing (dengar pendapat) dengan Komisi C DPRD Tulungagung, menolak kenaikan NJOP (nilai jual objek pajak) tanah di desanya.

Baca juga: Siswi SMA di Tulungagung Melahirkan di Kamar Mandi, Bayinya Bernasib Tragis

Ketua AKD Tulungagung Muhammad Sholeh menegaskan, seluruh kepala desa di Tulungagung menolak kenaikan NJOP karena dirasa memberatkan masyarakat.

Pihaknya menganggap kenaikan NJOP saat pandemic covid-19 dianggap memberatkan masyarakat. Pasalnya kenaikan NJOP berpengaruh dengan besaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut pada masyarakat.

“Saat pandemi Covid-19 ekonomi rakyat sedang sulit, jangan utak-utik NJOP atau PBB,” kata Sholeh.

Apalagi saat ini masih dalam suasana pandemi Covid-19, kondisi perekonomian masyarakat belum pulih sepenuhnya. Kenaikan NJOP saat ini dianggap terlalu tinggi terutama di wilayah pinggiran yang mencapai 8-13 kali lipat, dibanding tahun sebelumnya.

“Ada stimulusnya dari Pemkab, tapi jika nanti ditarik meberatkan bagi warga,:” kata Sholeh.

Sholeh mengancam, bila Pemkab Tulungagung melalui Badan Pendapatan Daerah tetap menaikan NJOP, seluruh kepala desa tidak akan mengambil Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT dari masing-masing kecamatan.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Tulungagung Asrori sepakat dengan aspirasi yang disampaikan oleh AKD untuk menolak kenaikan NJOP ini. Asrori meminta ada klasifikasi NJOP untuk tiap tanah.

Baca juga: Ratusan Milenial dan Tim Pemenangan Muda Tulungagung Siap Menangkan Ganjar-Mahfud

“Tanah yang di pinggir jalan dan tanah yang di belakangnya itu beda lo ya,” ujar Asrori.

Menurutnya, kenaikan NJOP akan berpengaruh terhadap besaran PBB yang dibayar oleh warga. Asrori meminta permasalahan ini untuk segera diselesaikan oleh Bapenda (Badan Pendapatan daerah).

“Semestinya kenaikan pajak itu harus berkala, tidak sekonyong-konyong naik tinggi,” katanya.

Untuk itu, Bapenda harus mempertimbangkan betul masukan-masukan dari kepala desa, karena para kades mengeluarkan sikap penolakan ini berdasarkan realita kondisi ekonomi masyarakat saat ini yang terdampak pandemi Covid-19.

Baca juga: 2 Tersangka Korupsi Gamelan Tulungagung Ditahan

Di sisi lain, Kepala Bapenda Tulungagung, Endah Inawati mengaku masih akan mengkonsultasikan hasil public hearing pagi tadi ke Bupati Tulungagung.

Kenaikan NJOP ini sudah sesuai dengan hasil kajian bersama tim dari Universitas Gajah Mada, karena sejak tahun 2014 NJOP di Tulungagung belum pernah dinaikkan lagi.

“Akan kita konsultasikan dulu dengan Bupati,” kata Endah.

Diberitakan sebelumnya, akhir Januari lalu AKD sudah menghadap Bupati Tulungagung untuk menyuarakan aspirasi penolakan kenaikan NJOP dan PBB-P2. (Noyo/rg4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru