BACASAJA.ID - Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) atau Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah telah merilis hasil penelitian pencemaran mikroplastik di Tulungagung.
Hasilnya sebagian besar sungai di Tulungagung tercemar oleh mikroplastik.
Baca juga: Pemkab Tulungagung Tandatangani NPHD Untuk KPU dan Bawaslu
Penelitian ini dilakukan di 4 sungai di Tulungagung pada 3 Januari 2022 lalu.
Sungai itu antara lain anak Sungai Brantas yang menuju pusat kota, sungai pertemuan dari aliran pembuangan pabrik rambak dan pabrik gula di Sungai Ngrowo, DAM Majan serta Sungai Brantas yang mengalir ke luar Tulungagung.
Manager Advokasi dan Litigasi ECOTON, Azis mengatakan, sampel air yang diambil dari masing-masing sungai sebanyak 100 Liter.
Selanjutnya sampel disaring menggunakan plankton net yang berukuran 300 Mesh (300 lubang pada luasan 1 inch persegi) untuk menangkap mikroplastik.
Lalu sampel air dibawa ke laboratorium guna diteliti lebih lanjut.
“Kandungan mikroplastik sungai di Tulungagung rata-rata sebesar 90 partikel/100 Liter,” terangnya.
Azis melanjutkan, Kandungan mikroplastik terbanyak ditemukan di sungai pertemuan aliran pembuangan limbah pabrik rambak dan pabrik gula.
Azis menyebut, kandungan mikroplastik di Tulungagung berjenis Fiber, Fragmen dan Filamen.
Mikroplastik jenis fiber berasal dari pencuci baju dan limbah popok.
Jenis fragmen berasal dari plastik keras dan jenis mikroplastik filamen berasal dari sachet, kantong kresek, plastik bening dan sebagainya.
Azis melanjutkan, sepanjang Sungai Ngrowo ditemukan sekitar 50 timbulan sampah plastik, berupa plastik kresek, sachet kemasan, plastik sekali pakai hingga sampah popok.
“50 timbulan sampah itu didominasi oleh sampah plastik. Kalau untuk sampah organik sangat minim sekali,” paparnya.
Tak hanya di air, cemaran mikroplastik juga ditemukan dalam tubuh ikan yang hidup di sungai. Ikan ini jika dikonsumsi oleh manusia, bisa sebabkan penyakit kanker dan penyakit lainya.
“Saat ini sungai di Tulungagung sedang sakit. Sungai tidak lagi menjadi tempat bermain dan belajar, karena sungai telah sakit akibat pencemaran limbah plastik,” terang pria gondrong tersebut.
Dengan hasil penelitian sungai di Tulungagung ini, pihaknya bakal berkirim surat meminta Pemkab Tulungagung segera membuat peraturan darah (Perda) terkait pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.
Baca juga: Lelang Perdana Kendaraan Pemkab Tulungagung, Ambulans Sepi Peminat RX King Paling Diminati
Senada, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Tulungagung, Maliki Nusantara menjelaskan pencemaran microplastik sungai di wilayah perkotaan di Kabupaten Tulungagung sudah berada pada level 9.
Level itu terbilang tinggi dan menandakan air sungai Tulungagung tak bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
“Air sungai di Kabupaten Tulungagung, sudah mengandung mikroplastik. Sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas Maliki, Minggu (16/1/2022).
Maliki menambahkan, dampak jangka panjang bisa menghilangkan fauna sungai. Fauna yang bisa hidup hanya jenis tertentu, seperti ikan sapu-sapu, cacing yang tidak mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Menanggapi pencemaran mikroplastik ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung melalui Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Suroso katakan pencemaran mikroplastik timbul akibat perilaku masyarakat.
Pencemaran ini timbul akibat limbah plastik yang tidak terurus dengan baik. Pihaknya telah melakukan penanganan limbah plastik, dengan melakukan pemilahan secara berjenjang.
"Masyarakat itu seharusnya melakukan pemilahan dari rumah," katanya, Senin (17/1/22).
Kalaupun tak dipilah oleh warga, petugas kebersihan melakukan pemilahan di tingkat TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara). Lalu di TPA (Tempat Penampungan Sampah Akhir) sampah ini dipilah lebih lanjut oleh petugas.
Baca juga: Pemkab Tulungagung Mulai Lelang Kendaraan Bermotornya
Untuk membantu pemilahan sampah ini, pihaknya telah membina puluhan bank sampah di Tulungagung, sayangnya langkah ini tak begitu efektif, lantaran beberapa sampah palstik tak memiliki nilai ekonomis tinggi.
"Yang banyak bertebaran saat ini adalah kresek," jelasnya.
Plastik kresek perkilogram hanya dihargai 200 rupiah, lantaran plastik kresek merupakan plastik dengan kualitas terendah.
"Yang diupayakan itu masyarakat mau mengolah sampahnya," katanya.
Pihaknya sering melakukan sosialisasi pada warga tentang pengolahan sampah plastik.
Seperti tidak menggunakan plastik kresek sekali pakai.
Masyarakat seharusnya menggunakan tas belanja khusus saat berbelanja.
Pihaknya mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat regulasi pembatasan pemakaian plastik sekali pakai. (JP/t.ag/RG4)
Editor : Redaksi