JAKARTA - Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) melaporkan mantan Komisaris dan Direksi PT Petrosida Gresik periode 2021-2023 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini terkait dugaan korupsi di anak perusahaan PT Petrokimia Gresik itu yang diperkirakan merugikan keuangan negara Rp200 miliar.
PT Petrosida Gresik yang berhubungan dengan suplier bahan baku Petrokimia Gresik itu diduga melakukan beberapa kecurangan dalam hal keuangan perusahaan.
Baca Juga: Dugaan Kasus Korupsi Dana Hibah, KPK Geledah Kantor KONI Jatim
"Itu kerugian negara, harus diproses hukum. Karena anak perusahaan BUMN adalah BUMN itu sendiri. Diduga terjadi karena manipulasi data laporan keuangan atau fraud." kata Ketua Kodat86 Cak Ta'in Komari usai membuat laporan ke KPK pada Rabu (9/4/2025).
Cak Ta'in menyebutkan, pihaknya mendapat pengaduan beberapa karyawan PT Petrosida yang terancam di-PHK, dengan uraian panjang lebar.
Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, ancaman PHK menjadi momok yang paling menakutkan bagi setiap orang. Tidak terkecuali para karyawan PT Petrosida Gresik.
"Kondisi ekonomi sulit, hampir semua orang takut terkena PHK, karena cari kerjaan baru juga bukan saja sulit tapi hampir tidak ada," ujarnya.
Praktek kecurangan diperkirakan terjadi pada tahun 2021 hingga saat ini, dengan total potensi kerugian negara mencapai hingga Rp200 miliar.
Padahal dalam temuan hasil pemeriksaan auditor internal PT Pupuk Indonesia dan Petrokimia Gresik ditemukan dilaporkan temuan manipulasi pencatatan piutang untuk membuat seolah-olah tidak ada piutang macet.
Sebab jika terjadi piutang macet konsekuensinya pendapatan Petrosida harus disesuaikan dengan cara angkanya dikurangi senilai piutang macet tersebut.
"Potensi kerugian yang terjadi antara Rp25 miliar hingga Rp60 miliar, bahkan bisa bertambah jika diteliti lebih seksama," ujar Cak Ta'in.
Mantan Dosen Unrika Batam itu melanjutkan, dalam laporan tersebut juga ditemukan pendapatan tidak didukung dengan dokumen yang memadai sehingga tidak dapat ditagihkan segera. Ada indikasi sebenarnya sebagian transaksi fiktif atau bodong.
Baca Juga: Inilah 6 Fakta KPK Geledah Rumah Anggota DPD RI La Nyalla di Surabaya
"Ditambah distributor yang macet piutangnya tetap dilayani sehingga piutang semakin menumpuk dan tidak tertagih," jelasnya.
Lebih lanjut Cak Ta'in menjelaskan, akibat dari praktek manipulatif tersebut, Petrosida mencatatkan potensi kerugian hingga mencapai Rp200 miliar.
"Dugaannya dana-dana tersebut disalahgunakan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Indikasinya semua unsur pimpinan terlibat, terutama ex-Komisaris dan Direksi Petrosida," tandasnya.
Kepala auditor internal PT Petrokimia Gresik yang juga ex-Komisaris Petrosida bahkan diketahui meloloskan pembangunan fasilitas gym di dalam pabrik Petrokimia Gresik dengan menggunakan anggaran pembangunan pabrik. Nilai investasi yang digunakan diperkirakan mencapai ratusan juta dan ditagihkan pada subsidi pupuk.
Praktek manipulasi data keuangan dan rekayasa laporan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun, karena aktor utamanya selalu menjebak auditor dengan uang suap dan layanan wanita. Dua amunisi paling kuat untuk menaklukkan idealisme orang dan merontokkan integritas semua orang.
Baca Juga: KPK Geledah Rumah Tokoh Pemuda Pancasila La Nyalla Mattalitti, Terkait Korupsi Dana Hibah Jatim
"Jadi setiap ada pemeriksaan dari perusahaan induk atau dari pusat, mereka selalu diservis dengan wanita dan fasilitas finansial." ucapnya.
Yang bakal lebih menarik, tambah Cak Ta'in, aliran dana dari praktek manipulatif atau fraud tersebut diindikasikan masuk ke kantong pasangan seorang menteri.
"Pengelolaan perusahaan sangat tidak profesional, karena didasari pada hubungan kekerabatan organisasi maupun praktek jual beli jabatan. Praktek yang berpotensi merugikan keuangan negara ini harus dibongkar dan diusut tuntas," tegasnya.
Persoalan mendasarnya, tambah Cak Ta'in, adalah adanya oknum ex-komisaris Petrosida yang tentu berkolaborasi dengan dewan direksi Petrosida sebagai penanggungjawab operasional dan manajemen perusahaan. Mereka yang seharusnya bertugas mengawasi, diduga justru menjadi pelaku manipulasi atau fraud tersebut yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp200 miliar.
"Kerugian itu diakibatkan adanya konspirasi pimpinan, dewan komisaris dan direksi. Mereka yang harus bertanggung jawab," pungkasnya. (*)
Editor : Redaksi