BACASAJA.ID - Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Kantor Perwakilan Kota Surabaya, merupakan lembaga arbitrase, yakni sebagai forum penyelesaian sengketa bisnis. BANI Surabaya, menggelar Webinar dengan tajuk Implikasi Klausula Arbitrase Dalam Kontrak Bisnis.
Ketua BANI Perwakilan Surbaya Hartini Mochtar Kasran yang sekaligus menjadi pembicara kehormatan atau Keynote Speaker pada kegiatan tersebut, memberikan sambutan dan memberikan ulasan terhadap tema yang diberikan.
Baca Juga: Cuan Bisnis Bonsai, Stabil dan Menjanjikan
Hartini menjelaskan mengenai dinamika penyelesaian sengketa menurut forum Arbitrase, salah satunya adalah sengketa di bidang jasa kontruksi.
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase sendiri, sangat bermanfaat bagi banyak pihak. Sebab, dalam prosesnya memiliki ciri khas yang terukur baik dalam sisi waktu, maupun pembiayaan.
“Dinamika itu muncul baik dari persidangan-persidangan itu dari awal berdiri BANI Surabaya. BANI secara konsisten menjalankan prinsip, yakni prinsip kemandirian, integritas, kerahasiaan, serta menerapkan hukum dan keadilan dalam setiap memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara,” ungkap Hartini, Senin (5/7/2021).
Sejak tahun 1981, saat BANI Perwakilam Surabaya berdiri, Hartini mengaku bila saat itu Indonesia belum memilki Undang-Undang sendiri. Ketentuan tentang arbitrase sebagai salah satu bentuk pilihan penyelesaian sengketa, awalnya tercantum dalam Pasal 615 s.d. Pasal 615 Reglement op de Rechtsvordering (Rv).
Rv sendiri menjadi Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHA Perdata) untuk penduduk Indonesia yang bersaal dari Golongan Eropa atau yang disamakan dengan mereka.
“Kita hanya memakai itu, dari awal yang masuk adalah perkara papan atas, menggunakan banyak peraturan belanda saat itu. Setelah kemerdekaan, semakin bertambanh karena penguasaha nasional mulai menegrti manfaat artbitrase untuk dunia bisnis mereka,” jelasnya.
Lanjutnya, Hartini mengatakan, bahwa putusan arbitrase bersifat final dan binding. Prinsip ini kemudian berlaku secara universal dan memiliki ketentuan tentang upaya pembatalan ke pengadilan negeri sangat limiatif (terbatas).
Baca Juga: Road to Ignition, Gerakan Nasional 1000 Startup Digital Tahun 2021 sasar 2 Ribu Mahasiswa Surabaya
“Persidangan dalam pembatalan atau putusan arbitrase bukanlan pengadilan ulang. Artinya, hakim tidak akan melakukan pemeriksaan ulang atau peneliaan ulang atas putusan yang telah dijatuhkan Lembaga arbitrase,” terangnya.
Sebelumnya, pada tahun 1999,telah disahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada tanggal 12 Agustus 1999, tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian sengketa. Dengan demikian, Hartini mengatakan, bahwa Indonesia telah resmi memiliki perangkat hukum.
Perangkat hukum ini secara khusus mengatur mengenai penyelesaian sengketa diluar pengadilan, khususnya Arbitrase.
Sebelumnya, pada Konvensi PBB atau konvensi New York 10 Juni 1958. Hartini mengungkapkan, bahwa dalam prinsipnya adalah pengakuan arbitrase asing dan menegakkan putusan arbitrase asing.
Baca Juga: Motivasi UMKM se-Kecamatan Wonocolo, Wawali Armuji Dorong agar Beralih Promosi ke Platform Digital
“Jadi kalau ada arbitrase asing masuk ke Indonesia, akan dilaksanakan, dieksekusi di Indonesia. Misalnya obyek sengketa ada di Indonesia, itu kita tidak bisa menolak. Penegakannya harus dipenuhi. Tidak boleh kita meninjau dulu, tinggal putusannya yang harus dilaksanakan. Itu kita sudah masuk dalam hukum positif Indonesia,” ungkapnya.
Kedua pada Konvensi Wasginhton 1965, tanggal 1 Maret 1965. Diberlakukan di Indonesia dengan UU No. 5 tanggal 29 Juni 1968. Putusan arbitrase dapat dilaksanakan di Indonesia dengan eksekuatar Mahkamah Agung tetapi Mahkamah Agung tidak boleh menguji isi dan materi inti (kecuali bertentangan dengan ketertiban umum).
Dengan pengesahan dua konvensi PBB, Indonesia untuk ke depannya bisa menetapkan ketentuan internasioanl berikut regulasi-regulasi selanjutnya. Indonesia ikut melaksanakan.
“Jadi arbitrase Indonesia mempunyai sifat Internasional dari akibat dua konvensi ini. Sehingga apapun aturan yang dikeluarkan oleh PBB itu mesti diterima Indonesia dan dilaksanakan di arbitrase Indonesia,” tandas Hartini. (byta)
Editor : Redaksi