Ini Cara Warga Tulungagung Gelar Upacara Ulur-ulur Di Tengah Pandemi

author bacasaja.id

- Pewarta

Jumat, 09 Jul 2021 23:35 WIB

Ini Cara Warga Tulungagung Gelar Upacara Ulur-ulur Di Tengah Pandemi

i

Warga sedang memandikan patung Dewi Sri dan Joko Sedono

BACASAJA.ID - Upacara adat tahunan Ulur-ulur di Telaga Buret Desa Sawo Kecamatan Campurdarat digelar oleh Masyarakat adat Kasepuhan Sendang Tirto Mulyo, Jum’at (9/7/21). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, upacara adat sebagai wujud syukur Warga Sawo ini dilakukan secara sederhana.

 Biasanya, upacara adat ini dilakukan dengan arak-arakan sepanjang 100 meter lebih yang dimulai dari SMAN 1 Campurdarat. Namun kini hanya dilakukan dengan jumlah yang terbatas. Ketua Kasepuhan Sendang Tirto Mulyo, Sukarman, katakan kesederhanaan upacara adat ini karena menyesuaikan situasi pandemi.

Baca Juga: Siswi SMA di Tulungagung Melahirkan di Kamar Mandi, Bayinya Bernasib Tragis

 “Upacara adat ini harus dilaksanakan meski dengan pembatasan peserta,”ucap Sukarman selepas pelaksanaan rangkaian ritual adat.

 Selain sederhana, peserta Ulur-ulur wajib menerapkan protokol kesehatan. Upacara ini digelar setiap Bulan Selo dalam penanggalan Jawa, hari Jum’at Legi. Upacara ini sebagai wujud syukur atas karunia air telaga Buret. Telaga ini tak pernah kering, meski musim kemarau. Air telaga ini dimanfaatkan untuk mengairi persawahan di 4 desa. Yaitu desa Sawo, Ngentrong, Gedangan dan Gamping.

“Bahkan di saat musim kemarau airnya terus mengalir. Air ini yang dimanfaatkan untuk pertanian empat desa, meliputi Desa Sawo, Ngentrong, Gedangan dan Gamping,” tutur Sukarman.

Baca Juga: Ratusan Milenial dan Tim Pemenangan Muda Tulungagung Siap Menangkan Ganjar-Mahfud

 Hiburan wayang kulit yang selalu digelar saat Ulur-ulur juga ditiadakan saat pandemi ini. Acara hanya diisi dengan macapat yang dilakukan sedikit orang. Namun acara inti upacara ini tetap dilakukan, yaitu memandikan patung Dewi Sri dan Joko Sedono. Dalam masyarakat Jawa, Dewi Sri dikenal sebagai lambang kesuburan dan pangan. Sedang Joko Sedono melambangkan wastro atau kemurahan sandang. Selain melestarikan tradisi, Ulur-ulur juga berfungsi menjaga kelestarian lingkungan disekitarnya.

 “Jadi upacara adat ini bagian dari upaya melestarikan lingkungan, agar Telaga Buret terus terjaga airnya,” ucapnya.

 Jika menilik sejarah, upacara ini awalnya dilakukan oleh 3 desa saja, yaitu desa Sawo, Ngentrong dan Gedangan. Warga ke 3 desa ini melakukan upacara Ulur-ulur secara bergantian di hari yang sama. Upacara ini sempat terhenti saat merebaknya gerakan anti PKI pada tahun 1965 silam. Kedua patung simbol upacara Ulur-ulur sempat dibuang oleh orang tak dikenal. Upacara adat ini tidak pernah dilaksanakan lagi hingga tahun 1995. Selama kevakuman itu, lingkungan di sekitar telaga Buret alami kerusakan parah. Lahan pertanian yang manfaatkan air telaga Buret mulai terancam kekeringan.

Baca Juga: 2 Tersangka Korupsi Gamelan Tulungagung Ditahan

 “Tahun 1996 sesepuh kembali menggagas ulur-ulur dilakukan lagi. Mereka yakin ancaman kekeringan bisa berlalu jika dilakukan ulur-ulur,” kenang Sukarman.

 Mulai tahun 1996 ini Desa Gamping ikut bergabung dalam Kasepuhan Tirto Mulyo, karena sawah mereka juga teraliri air dari Telaga Buret. Upacara ini lalu digelar secara bersamaan oleh 4 desa, berkat ulur-ulur kesakralan hutan Telaga Buret kembali dipulihan, sehingga tidak ada lagi yang berani menebang. Kini hutan seputar Telaga Buret terjaga hingga airnya terus mengaliri sawah-sawah warga (Noyo/Jo).

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU