Pesawat Sriwijaya Air yang Jatuh, Disebut Seperti Kerupuk Dikremes

author bacasaja.id

- Pewarta

Selasa, 12 Jan 2021 08:47 WIB

Pesawat Sriwijaya Air yang Jatuh, Disebut Seperti Kerupuk Dikremes

i

Sisa badan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Kepulauan Seribu ditemukan dalam bentuk puing-puing kecil lantaran diduga jatuh dalam keadaan menukik tajam.

BACASAJA.ID - Spekulasi bermunculan terkait pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Kepulauan Seribu, tepatnya di sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki pada Sabtu (9/1/2021) lalu. Apalagi burung besi itu hancur berkeping-keping, hingga ada yang menyebut pesawat Sriwijaya Air SJ-182 itu tak ubahnya seperti krupuk yang dikremes.

Pesawat itu membawa 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3 penumpang bayi, dan 12 kru. Pesawat yang jatuh ini berjenis Boeing 737-500 dengan kode registrasi PK-CLC, dan sempat hilang kontak beberapa menit usai lepas landas.

Baca Juga: Operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182 Resmi Dihentikan

Banyak pihak menunggu fakta sesungguhnya atas insiden SJ-182 itu. Namun harus menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Komandan Satuan Tugas operasi pencarian Laksamana TNI Yayan Sofyan mengibaratkan kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 bak kerupuk yang dicengkeram dengan keras, sehingga hanya puing-puing ukuran kecil yang tersisa.

Menurutnya, kecelakaan pesawat kali ini berbeda dengan yang dialami maskapai Air Asia pada 2015 lalu. Kala itu, masih ada jasad korban yang ditemukan dalam terikat di kursi penumpang.
"Berbeda seperti dengan Air Asia misal menemukan beberapa Korban yang masih terikat di kursi. Tiga orang. Sekarang berbeda," kata Sofyan saat memberi keterangan di atas Kapal KRI Semarang, Kawasan Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin malam (11/1/2021).

Dikutip dari CNN Indonesia, Yayan menduga Sriwijaya Air SJ 182 jatuh dalam dengan menukik tajam, sehingga tubuh pesawat hancur hingga menjadi puing-puing kecil. Berbeda dengan kecelakaan pesawat Air Asia kala itu.

"(Air Asia) Pada saat jatuh tidak langsung menghujam. Ada landainya. Ini (Sriwijaya) kayak kerupuk dikremes, (sehingga) belum ada bongkahan besar. Kebanyakan puing-puing," kata dia.

Yayan juga mengatakan kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 yang begitu parah membuat pencarian black box jadi lebih sulit. Padahal sonar dari KRI Rigel telah mendeteksi titik lokasi black box tersebut berada. "Di situ masih ada bongkahan. Kita masih harus cari cara (menembus bongkahan). Karena ibaratnya pesawat menghujam ke permukaan laut. Situasinya seperti Itu," beber Yayan.

Baca Juga: Sriwijaya Air Serahkan Total Santunan Rp1,5 Miliar di Hadapan Presiden

Sementara itu, menurut Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman masih dini untuk menyimpulkan apa yang terjadi sesungguhnya untuk kecelakaan pesawat SJ-182. Karena masih dibutuhkan data recorder dari black box sehingga gambaran kejadian bisa memberikan kesimpulan yang besar.

Titik Black Box saat ini sudah ditemukan. Instansi terkait dalam hal ini Badan SAR Nasional (Basarnas) dan KNKT tengah mengupayakan pengambilan rekaman cockpit suara itu dari perairan.

Namun dari laporan KNKT dan barang bukti yang ada di lapangan, bahwa ada dugaan saat di udara pesawat masih dalam kondisi utuh. Menurutnya, tanpa bermaksud ingin mendahului KNKT, pesawat bisa saja menukik tajam dengan kecepatan tinggi dan menyentuh permukaan air yang membuat badan pesawat tercerai berai.

"Puing kita lihat yang ukuramnya tidak lebih dari 2,5 meter. Terlihat dari puing yang tidak besar impact air dengan kecepatan tinggi. Kejadian ini sama dengan Lion Air di Karawang. Kalau kita gabungkan dari data yang beredar, konsisten juga pesawat utuh saat turun. Kena air, baru meledak," katanya kepada CNBC Indonesia TV.

Baca Juga: Lima Jenazah Kembali Dikenali, Total 29 Korban Teridentifikasi

Ia masih sebatas menduga bahwa kemungkinan terjadi disorientasi perbedaan apa yang dirasakan oleh pilot dan dari instrumen penerbangan saat pesawat itu memasuki awan tebal.

"Di sisi utara bandara awan tebal. Saat mengudara ada perpindahan pilot ke ruang tiga dimensi. Ada challenge yang dirasakan oleh pilotnya dalam kondisi tertentu, ini bisa terjadi konflik di pilotnya. Sehingga dia mulai melakukan aksi yang berbeda dari instrumen," katanya.

Dalam hal ini pilot memiliki hak untuk mengatur penerbangan sesuai dengan intuisi untuk beradaptasi dengan situasi dan standar prosedurnya. Gerry menambahkan kecelakaan pesawat sering terjadi akibat dari kombinasi disorientasi kru dan faktor cuaca. Ia menegaskan tidak ada penyebab kecelakaan hanya berasal dari satu faktor. (net)

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU