Alat Skrining Bau Ketiak ITS I-Nose C19 Diserahkan ke RSI Jemursari

bacasaja.id
Penyerahan I-Nose C19 diserahkan langsung oleh penemu sekaligus Guru Besar ITS, Prof. Drs. Ec. Ir. Riyanarto Sarno, M.Sc Ph.D kepada Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Prof Dr Ir Kh Mohammad Nuh DEA dan disaksikan langsung oleh Direktur RSI Jemursari,

BACASAJA.ID - Alat skrining pendeteksi Covid- 19 yang digagas oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, melalui bau ketiak, yaitu I-Nose C19 mulai masuk tahap uji profil di Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari Surabaya.

Penyerahan I-Nose C19 diserahkan langsung oleh penemu sekaligus Guru Besar ITS, Prof. Drs. Ec. Ir. Riyanarto Sarno, M.Sc Ph.D kepada Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Prof Dr Ir Kh Mohammad Nuh DEA dan disaksikan langsung oleh Direktur RSI Jemursari, Dr Bangun Trapsila Purwaka di Ruang Pertemuan Lt 3, Senin (22/2/2021).

Baca juga: Praktik Pemalsuan Surat GeNose Terbongkar di Pos Suramadu oleh Polres Tanjung Perak Surabaya

"Dari kerjasama ini, I-Nose C19 menjadi salah satu produk yang harapannya bisa bermanfaat bagi masyarakat, serta dibutuhkan di masa pandemi. Ini adalah alat skrining yang murah, cepat dan tidak berbahaya," ungkap Prof Riyanarto.

I-Nose C19 memiliki tingkat akurasi yang mencapai 91 persen. Namun, alat ini belum bisa digunakan secara massal, sebab masih dibutuhkan pengujian, dengan melihat hasil dari uji profil.

"Acuan untuk uji profil ini, prinsipnya harus satu akurasi degan PCR. Kemudian uji diagonistik dengan mengumpulkan data sebanyak 2000. Dengan bantuan uji profil di rumah sakit, maka membutuhkan waktu 3 bulan, kemungkinan bulan September bisa diproduksi massal setelah mendapat ijin edar," jelasnya.

Lanjutnya, Prof Riyan memaparkan alasan memakai sampel bau keringat ketiak lantaran adanya beragam zat yang dapat dipakai sebagai indikator positif dan negatif dari Covid-19. Prof Riyan memakai sensor lebar agar banyak zat yang terdeteksi.

Baca juga: Dapat Bantuan Alat GeNose C19, Pemkot Surabaya Sasar Fasilitas Publik

"Mengapa di ketiak? Karena di ketiak banyak kelenjar keringat, lalu ada semacam zat yang bermacam-macam dan belum diketahui di dunia medis. Penciri dari Covid-19 itu apa? Dalam jurnal internasional Januari 2021 itu belum ada. Maka kami memakai sensor yang lebar sekali, untuk menangkap berbagai gejala," imbuhnya.

Dari pemakaian sensor lebar itu, Prof Riyan melanjutkan, I-Nose C19 bisa membedakan mana zat yang dapat dipakai sebagai 'biomarker' mengenai penderita Covid-19 dan yang tidak mempunyai gejala-gejala Covid-19.

"Mencirikan mana orang yang sakit dan tidak sakit, dari sensor yang banyak itu muncul biomaker yang bisa kami tangkap, alhamdulillah dari penciri itu bisa membedakan mana yang positif dan negatif," ujaranya.

Baca juga: Pelabuhan Tanjung Perak Sediakan Layanan Ge-Nose, Segini Tarifnya

Prof Riyan mengatakan, kerjasama dengan RSI Jemursari, RSI Ahmad Yani, RS Dr Soetomo, dan lain-lain, dapat dipakai untuk membantu proses uji profile dan uji diagnosis agar makin efektif dan memeroleh sampel yang ideal.

"Inshaa allah dengan bantuan dari kawan-kawan rumah sakit ini, sekarang ini yang sudah kerjasama dengan Rumah Sakit (RS) Dr Soetomo, Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari dan Ahmad Yani," tandasnya.

Dalam acara tersebut, dihadiri juga oleh Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh DEA selaku Mantan Menteri Pendidikan Nasional periode 2009 sampai 2014, selain itu, Prof Nuh juga sebagai Ketua Yayasan RSI Surabaya. (byta/rg4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru