BACASAJA.ID- Tri Handoko, Warga Kelurahan Sembung Kabupaten Tulungagung nampak mengatur potongan kulit kerbau dan sapi diatas anyaman bambu. Sinar mentari yang menyengat menjadi berkah bagi Tri. Sebab saat kondisi panas ini kulit bahan kerupuk rambak (kulit) bisa kering sempurna.
ASN di Lingkup Pemkab Tulungagung ini merupakan generasi ketiga dari pengusaha kerupuk rambak di Kelurahan Sembung. Usaha ini sudah dimulai oleh Neneknya sejak 50 tahun lalu,lalu diteruskan oleh ibunya. Sekarang usaha ini ditangani olehnya dan kakaknya.
Baca juga: Gandeng Pelaku Bisnis Sukses, Pemkot Gelar Gebyar UMKM Kuliner Surabaya To The Next Level
Ditemui di rumahnya di Kelurahan Sembung, Tri menjelaskan omzet penjualan kerupuk rambak mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 tahun lalu. Bahkan pada awal pandemi, penjualan kerupuk rambak alami stagnasi (mandeg), lantaran kondisi ekonomi masyarakat yang terpukul pandemi Covid-19.
Meski demikian, dirinya tak mau menyerah begitu saja. Dengan dibantu 7 karyawannya, Tri berupaya agar bahan kulit yang dibeli bisa tetap diolah menjadi kerupuk. Usaha tak mengkhianati hasil. Dengan kegigihannya, usaha kerupuk rambak milik keluarganya mampu bertahan dari hantaman pandemi Covid-19.
“Mendekati lebaran tahun ini sudah lumayan dibanding lebaran tahun 2020 lalu,” kata Tri.
Lebaran 2020 lalu, kerupuk rambak miliknya harus tersimpan di gudang, lantaran tak terjual sama sekali. Berbeda dengan tahun ini, kerupuk rambak miliknya sudah ramai dipesan.
Tahun ini omzet yang diraupnya mencapai Rp10 juta perhari. Jumlah ini masih dibawah saat kondisi sebelum pandemi yang mencapai Rp25 juta perhari.
Baca juga: Apa sih Kuliner Terenak di Sidoarjo? Ini 7 Rekomendasi Makanan Khas Kota Delta
Untuk bahan baku kulit sapi diperoleh dari Nusa Tenggara Timur. Sedang bahan baku kulit kerbau dari Manado, Sulawesi Utara. Sekali mendatangkan bahan baku, mencapai 15 ribu lembar kulit.
“Tiap tahun bisa sampai 2 kali mendatangkan bahan baku,” terang Tri.
Sebelum diolah menjadi kerupuk, kulit sebelumnya dibersihkan bulunya dengan menggunakan air kapur. Lalu kulit direbus hingga dan ditiriskan. Selepas ditiriskan, kulit lalu dipotong sesuai ukuran.
Selanjutnya kulit dijemur hingga benar-benar kering selama 7 hari.
Selepas kering, kulit lalu diberi bumbu dan siap untuk digoreng menjadi kerupuk.
Baca juga: Mendag Minta Maaf atas Ajakan Presiden, Lebaran dengan Bipang Ambawang
Tri mengatakan seluruh proses dilakukan tanpa menggunakan zat berbahaya, sehingga aman dikonsumsi.
“Tiap tahun dari BPOM dan Dinas Kesehatan turun memeriksa kandungan zat yang digunakan,” terang Tri.
Untuk pemasaran, kerupuk rambaknya sudah terjual hingga keluar pulau. Selain partai besar, dirinya juga melayani kerupuk dalam kemasan kecil. Untuk kemasan kecil, biasanya dititipkan ke warung-warung di Tulungagung dan sekitarnya. (Noyo/JP).
Editor : Redaksi