2 Bocah Di Tulungagung Meregang Nyawa Akibat Demam Berdarah

bacasaja.id
Putus penularan demam Berdarah dengan fogging

BACASAJA.ID - 74 kasus demam berdarah (DB) ditemukan di Tulungagung sejak awal tahun ini. Dari jumlah itu, 2 bocah harus menghembuskan nafas terakhirnya.

Sudah menjadi kebiasaan, pada musim penghujan kasus demam berdarah alami lonjakan.

Baca juga: Cegah Kasus Cikungunya dan DBD, Ini yang Dilakukan Dinkes Kota Surabaya

Lonjakan ini disebabkan banyaknya genangan air hujan yang menjadi sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk pembawa DB.

Rincian kasusnya pada bulan Januari 57 kasus dengan 1 pasien meninggal. Sedang sisanya pada bulan Februari dengan 1 pasien meninggal.

“Sudah ada 2 kematian akibat demam berdarah di Tulungagung hingga Februari ini,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung melalui Kabid P2P, Didik Eka, Selasa (8/2/22).

Pada bulan Januari pasien meninggal dari Kelurahan Botoran Kecamatan Tulungagung, sedang kematian kedua pada bulan Februari pada anak di wilayah Kecamatan Pakel.

Menurut Didik, kematian terjadi lantaran korban terlambat mendapat penanganan medis.

Keterlambatan ini disebabkan orangtua salah mengira sakit yang diderita anaknya, sehingga terlambat membawa anaknya ke fasilitas kesehatan.

Keterlambatan lainya disebabkan masih adanya anggapan jika dibawa ke fasilitas kesehatan akan tertular penyakit lainya, seperti covid-19.

“Karena untuk DB kita berkejaran dengan waktu. Jika dalam 3 hari tak mendapat penanganan yang baik bisa sebabkan preshock, shock dan berakibat buruk,” jelasnya.

Didik melanjutkan, jika ada gejala demam tinggi mendadak. Lalu disertai mual, lesu, dan muntah, bisa dicurigai sebagai gejala DB.

Baca juga: Surabaya Tingkatkan Kewaspadaan DBD, Pjs Wali Kota Imbau Masyarakat Aktif PSN 3M Plus

Seyogyanya pihak keluarga segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan, agar bisa diketahui penyebab sakitnya.

Disinggung usia rentan DB, Didik katakan tak ada batasan usia. Semua usia bisa tertular DB.
DB tak bisa ditangkal dengan pemberian vaksin atau pemberian kekebalan.

Usia anak-anak lebih beresiko lantaran aktifitasnya sering di rumah.

Nyamuk aedes aegypti biasanya menggigit pada pagi dan sore hari. Pada jam tersebut anak-anak lebih banyak berada di rumah. Siklus nyamuk ini biasanya banyak saat musim penghujan.

Nyamuk belang ini biasa bertelur pada genangan air. Dari telur hingga dewasa, hanya membutuhkan waktu 10 hari.

Baca juga: Kemenkes: Waspada DBD di Musim Kemarau

“Meminimalisir dengan cara mengurangi populasi, terapkan 3M setidaknya seminggu sekali,” kata Didik.

Penyebaran DB biasanya terjadi di lingkungan padat, seperti wilayah Kecamatan Tulungagung, Boyolangu, dan Kedungwaru.

Namun semua itu kembali pada pola hidup warga. Jika pola hidup dan lingkungannya kotor, maka akan mudah terjadi penyebaran.

“Tapi tidak menutup juga aktifitas perjalanan,” katanya.

Bisa saja seseorang tergigit di luar kota lalu pulang dan menularkan pada lainya melalui gigitan nyamuk. (JP/t.ag/RG4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru