Unjuk Rasa Buruh PT Pakerin di Surabaya, Desak Penyelesaian Masalah Dana Perusahaan

author Redaksi

- Pewarta

Selasa, 29 Apr 2025 21:14 WIB

Unjuk Rasa Buruh PT Pakerin di Surabaya, Desak Penyelesaian Masalah Dana Perusahaan

i

Femo buruh PT Pakerin

SURABAYA -Panas Surabaya hari itu terasa membakar, namun tak sepanas bara di dada ratusan orang yang membanjiri Jalan Kertopaten. Selasa (29/4/2025), ruas jalan padat itu mendadak senyap dari raung kendaraan roda empat, berganti riuh rendah teriakan dan orasi yang menggema. Bukan sembarang massa, mereka adalah wajah-wajah lelah namun penuh tekad: para buruh PT Pabrik Kertas Indonesia (PT Pakerin) yang jauh-jauh datang dari Pungging, Mojokerto. Mereka datang membawa satu tujuan: menuntut kepastian di tengah gelombang ketidakpastian yang menggulung nasib ribuan rekan mereka.

Sejak pukul 11.00 WIB, kantor perwakilan PT Pakerin di Kertopaten menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Spanduk dan poster bernada protes terbentang, menyuarakan kegelisahan yang sudah lama terpendam. Pangkal masalahnya bukan remeh-temeh; ini soal hak, soal upah yang tak kunjung dibayar, soal pekerjaan yang terancam lenyap, dan soal perut keluarga yang harus terus terisi.

Baca Juga: May Day, Ratusan Ribu Buruh Turun ke Jalanan di Berbagai Daerah

Pabrik Raksasa yang Tiba-tiba Senyap

Di Pungging, Mojokerto, kompleks pabrik PT Pakerin yang biasanya sibuk dengan deru mesin pengolah kertas, kini seolah membeku. Produksi berhenti total, dan ironisnya, ini bukan karena bencana alam atau ketiadaan pasar. Ini adalah buah dari polemik internal yang bagai penyakit kronis menggerogoti tubuh perusahaan. Dampaknya mengerikan: sekitar 1.700 pekerja, tulang punggung PT Pakerin, kini terancam "dirumahkan".

Status "dirumahkan" itu sendiri sudah berat, namun tawaran upah yang menyertainya jauh lebih memilukan. Kabar yang diterima pekerja menyebutkan, mereka hanya akan menerima 10% dari gaji normal untuk sebagian besar periode perumahan. Angka itu, di tengah laju kebutuhan pokok, adalah pukulan telak yang membuat ribuan keluarga terancam kolaps.

Heru Nugroho, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Pakerin, tak menyembunyikan kegeramannya. Mewakili suara para buruh, ia bersikukuh akan terus berjuang.

"Kondisi ini sangat memberatkan pekerja," tegasnya beberapa waktu lalu (24/4). Ia berharap pabrik bisa segera beroperasi penuh.

Namun, jika opsi perumahan tak terhindarkan, ia menuntut manajemen meninjau ulang tawaran upah. Tuntutannya jelas: minimal 75% dari gaji bulanan, angka yang lebih manusiawi dan punya dasar hukum.

"April ini memang belum ada yang dirumahkan, tapi kami bersiap menghadapi kemungkinan itu mulai bulan Mei," ujar Heru, menggambarkan ancaman yang sudah di depan mata. Selain upah saat dirumahkan, skema pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 yang dicicil pun menjadi ganjalan lain di tengah badai ini.

Gembok Misterius di Rekening Perusahaan

Tapi, mengapa perusahaan sebesar PT Pakerin tiba-tiba tak bisa berproduksi normal dan macet membayar karyawannya? Inilah bagian paling rumit dari kisah ini, sebuah simpul hukum dan finansial yang terikat erat.

Menurut Awaliin, salah seorang karyawan dan Sekretaris Daerah FSPMI Mojokerto, masalah utamanya terletak pada akses dana perusahaan. "Setiap transaksi PT Pakerin melalui BPR PRIMA MASTER BANK," ungkap Awaliin.

Namun, dana di BPR PRIMA MASTER BANK itu kini bagai terkunci oleh gembok misterius. Dana miliaran rupiah milik perusahaan ada di sana, namun tak bisa disentuh untuk operasional maupun pembayaran hak karyawan.

Ini bukan sekadar menuntut uang, tapi menuntut kejelasan status hukum perusahaan yang berdampak langsung pada keberlangsungan hidup mereka.

Baca Juga: Aksi Berfoto-foto Ria Mewarnai Demonstrasi Buruh di Gedung Negara Grahadi Surabaya

“Tetapi AHU (Administrasi Hukum Umum) perusahaan saat ini adalah AHU 2018 dengan Direktur Utama Pak David,” sebutnya.

Mengenai status hukum perusahaan ini telah dijelaskan oleh perwakilan dan kuasa hukum perseroan bahwa David sudah lama menjabat sebagai Dirut PT. Pakerin berdasarkan akta-akta yang tidak pernah dibatalkan di pengadilan. Sehingga BPR PRIMA MASTER BANK seharusnya menjalankan instruksi dari David S Kurniawan selaku Direktur Utama Perseroan.

 

Jeritan yang Menggetarkan Jalan Kertopaten

Dengan latar belakang masalah serumit itu, tak heran jika ratusan buruh memilih jalan unjuk rasa. Di depan ruko kantor perwakilan di Kertopaten, mereka merangkum semua kegelisahan dan tuntutan menjadi empat poin krusial:

Mereka menuntut agar pabrik segera dioperasikan kembali. Hanya dengan mesin berputar, mereka bisa kembali bekerja normal. Mereka juga mendesak perusahaan menjalankan Putusan Mahkamah Agung terkait legal standing pimpinan, demi membuka gembok misterius di rekening bank. Yang paling mendesak, mereka menuntut pembayaran 100% kekurangan upah dan THR 2025 yang belum dibayar, menolak skema cicilan yang mencekik. Terakhir, mereka menuntut agar semua hak-hak normatif karyawan yang belum terpenuhi segera dilunasi.

Saat teriakan tuntutan menggema di jalanan, di dalam ruko, perwakilan serikat pekerja seperti FSPMI dan KAHUTINDO masih bernegosiasi dengan manajemen. Nasib ribuan keluarga bergantung pada hasil pertemuan di ruangan ber-AC itu.

Baca Juga: Berkah Ditengah Demo Buruh, PKL: Pernah Diborong Pak Polisi

Dampak dan Harapan yang Menggantung

Aksi ini tak hanya menggetarkan Kertopaten secara harfiah, tapi juga secara fisik. Jalan Kertopaten terpaksa ditutup total bagi kendaraan besar, menciptakan kemacetan di jalur-jalur alternatif. Aparat keamanan berjaga, memastikan gejolak emosi tetap terkendali.

Dari pihak manajemen, Manajer Keuangan Suryo Murti mengakui adanya konflik internal sebagai penyebab terhentinya produksi, sebuah pengakuan yang selaras dengan penjelasan Awaliin. Selain itu, ia juga menyebut tekanan industri sebagai faktor lain.

"Komunikasi dengan pekerja terus kami bangun untuk mencari solusi terbaik," ujarnya, menegaskan upaya penyelesaian secara bipartit.

DPRD Kabupaten Mojokerto melalui Komisi IV pun tak bisa tinggal diam. Ketuanya, M. Agus Fauzan, menyatakan telah dua kali memfasilitasi audiensi dan berkomitmen mengawal agar hak karyawan terlindungi.

"Prinsipnya, kami ingin hak-hak karyawan tetap terpenuhi sesuai ketentuan hukum," tegas Agus, memberikan sedikit percik harapan di tengah kemelut.

Kisah PT Pakerin adalah potret nyata bagaimana sengketa di tingkat pemilik bisa melumpuhkan operasional dan menghantam ribuan pekerja yang tak tahu-menahu pangkalnya. Saat matahari mulai condong ke barat di Surabaya, dan negosiasi masih berlangsung, nasib 1.700 buruh PT Pakerin dan keluarga mereka tetap menggantung. Mereka hanya bisa berharap, gembok legal di rekening perusahaan itu segera terbuka, dan jeritan mereka di jalanan hari ini bisa membuka jalan menuju kepastian dan keadilan. (*)

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU