PESAWARAN- Atap gedung DPRD dprdKabupaten Pesawaran tiba-tiba ambruk pada Jumat (23/05/2025). Kejadian ini menjadi perhatian publik. Sebab gedung yang dibangun pada 2013 menggunakan dana APBD.
Berdasarkan video yang beredar, tampak Sekwan di lokasi tampak senyum-senyum saat seorang warga meluapkan rasa kekesalannya.
"Ini Sekwan, 10 tahun tidak pernah direhab. Ini hancur, Rp 1,3 triliun APBD ya pak. APBD kita berapa pak? Rp 1,3 triliun. Gak pernah direhab 10 tahun. Nggak dipilih lagi, besok PSU nya ingat rakyat Pesawaran, besok PSU," kata seorang warga dilansir dari Monitorindonesia.com.
"Gila semuanya hancur menderita rakyat Pesawaran. Menderita rakyat Pesawaran menderita. Tinggal satu lagi, gila semua. Gila, gila, gila, anggaran pembangunan Rp 800 miliar masa rehab ini nggak bisa. Bisanya merusak, bisanya ngancurin."
Di lain pihak, ambruknya bangunan ini dinilai menjadi simbol dari lemahnya tata kelola aset dan potensi penyimpangan anggaran.
“Ini bukan hanya soal bangunan yang rapuh, tapi juga soal mental pengelolaan keuangan publik yang perlu diaudit,” kata Sekretaris IKA PMII Pesawaran, Wahyu Gautama.
Wahyu mempertanyakan keberadaan dan pengelolaan dana perawatan gedung DPRD. Menurutnya, gedung pemerintah semestinya memiliki alokasi anggaran rutin untuk perbaikan, apalagi jika menyangkut tempat kerja para pejabat publik.
“Kan ada dana perawatan gedung tiap tahun. Ke mana dana itu? Apakah pernah diaudit? Kami mendesak BPK segera turun. Jangan-jangan dana rehab jadi bancakan,” ungkapnya.
Kecurigaan masyarakat diperkuat oleh pernyataan resmi dari internal DPRD sendiri. Sekretaris DPRD Pesawaran, Toto Sumedi, mengakui bahwa sejak pertama kali digunakan, gedung tersebut tak pernah mengalami rehabilitasi berat.
“Kalau rehab besar memang belum pernah. Selama ini hanya pengecatan atau perbaikan kecil-kecilan,” kata Toto.
Ia menyebut bagian yang runtuh adalah ornamen luar gedung yang tidak menyatu dengan struktur utama. Namun, satu ruangan dinyatakan tidak bisa digunakan dan sedang menunggu perbaikan.
Pernyataan tersebut, alih-alih menenangkan, justru memunculkan pertanyaan lanjutan: selama lebih dari satu dekade, ke mana larinya alokasi perawatan gedung dalam APBD?
“Dalam dokumen perencanaan, biasanya selalu ada pos belanja pemeliharaan aset gedung. Jika selama ini tidak ada rehabilitasi berarti perlu ditelusuri, kemana dana itu digunakan,” kata seorang sumber di lingkungan Pemkab Pesawaran.
Insiden tersebut juga menimbulkan korban. Seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dilaporkan terluka akibat tertimpa reruntuhan saat bertugas di lokasi kejadian. Meski luka yang dialami tidak membahayakan nyawa, peristiwa ini memperkuat urgensi evaluasi.
Bagi aktivis masyarakat sipil, peristiwa ini tak bisa dipandang sebagai musibah semata. Mereka menuntut pembuktian tanggung jawab melalui mekanisme audit menyeluruh, baik oleh BPK maupun aparat pengawas internal pemerintah.
“Kalau audit tidak dilakukan, maka ambruknya gedung ini hanya akan jadi episode biasa yang dilupakan, padahal ada uang rakyat di baliknya,” tegas Wahyu.
Masyarakat berharap tragedi ini tidak berhenti pada penyambungan bata dan semen, melainkan membuka jalan menuju transparansi pengelolaan keuangan publik yang selama ini luput dari perhatian. (*)
Editor : Redaksi