BACASAJA.ID - Sebanyak 622.000 warga Jawa Timur (Jatim) penerima bantuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diketahui nonaktif lantaran tidak mendapat dukungan Pemprov Jatim.
Akibatnya, ratusan ribu penduduk Jatim itu terpaksa berusaha lebih keras agar bisa berobat ke fasilitas kesehatan.
Baca Juga: Komisi E DPRD Dorong Masyarakat Terapkan Preventif dan Kuratif Cegah Demam Bedarah
Terkait temuan ini, Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, mengaku prihatin. Menurutnya, Pemprov Jatim di bawah kepemimpinan Khofifah-Emil tidak memiliki empati.
"Tidak punya sense of crisis. Saat ini masa-masanya sulit karena pandemi. Lha, tiba-tiba ada 622.000 warga yang BPJS Kesehatan-nya tidak lagi difasilitasi di APBD Jatim. Ini mendadak. Tidak ada sosialisasi ke warga,” ungkap Deni, dikutip Senin (17/1/2021).
"Mana yang katanya jargon Cettar ala Bu Khofifah? Katanya selalu gerak cepat, efektif, efisien, tanggap, dan transparan?” tanya Deni.
Deni mengungkapkan, banyak warga yang meminta dirinya untuk menjelaskan mengapa 622.000 warga Jatim tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan-nya.
Ada warga yang sakit dan sedang dirawat di RS, mendadak kaget lantaran BPJS Kesehatan-nya diblokir. Akhirnya, pasien itu terbebani dengan biaya jutaan rupiah.
“Contoh lainnya, ada warga yang terpaksa memulangkan paksa ibunya dari rumah sakit karena tak sanggup bayar. Ini ibunya belum sepenuhnya sembuh,” kata Deni.
Baca Juga: Perjuangkan 622 Ribu BPJS Kesehatan Non Aktif, Deni Wicaksono: Alhamdulillah Kini Ada Solusi
Menurut Deni, sekarang ini Pemprov Jatim justru terkesan melempar tanggung jawab sehubungan dengan tidak aktifnya lagi BPJS Kesehatan 622.000 warga.
Pemprov malah meminta kabupaten/kota untuk membiayai 622.000 warga yang semula ditangani provinsi.
Deni menyebut tidak ada perencanaan sama sekali dalam upaya mencari solusi atas nasib 622.000 warga tersebut. Pemprov Jatim, menurut Deni, baru akan melibatkan kabupaten/kota untuk membahas masalah krusial ini.
“Pertama, pemprov baru mau duduk bareng dengan kabupaten/kota, kan tidak mungkin kabupaten/kota mengalokasikan anggaran di tengah jalan. Kedua, kabupaten/kota pasti juga tidak semua punya kapasitas fiskal yang memadai untuk membiayainya,” jelas Deni.
Baca Juga: Deni Wicaksono Perjuangkan 622 Ribu BPJS Kesehatan yang Non Aktif
Menurut Deni, Pemerintah Provinsi Jatim semestinya lebih bijak dalam mengatur skala prioritas dalam APBD Jatim. Pengaturan fiskal yang baik akan memastikan perlindungan sosial berjalan dengan optimal, dan di sisi lain berbagai ekspansi infrastruktur maupun program lain tetap bisa dijalankan.
“Pemprov seharusnya memberi prioritas pada perlindungan sosial warga termasuk dari sisi asuransi kesehatan. Jangan alasan soal pengaturan anggaran. Kalau misal alasan APBD banyak difokuskan untuk infrastruktur, ya jajaki skema pembiayaan lain, misalnya dengan KPBU. Yang kreatif dong,” sindir Deni.
Mantan Presbem Fisip Unair ini menambahkan, saat ini cakupan kepesertaan untuk jaminan kesehatan di Jatim baru mencapai 76 persen, termasuk yang paling rendah dibanding provinsi lain di Jawa yang rata-rata sudah di atas 80 persen. Padahal, sesuai target RPJMN 2024, cakupan peserta jaminan kesehatan ditarget 98 persen.
“Dukungan dari stakeholder belum optimal, termasuk Pemerintah Provinsi Jatim yang tidak punya komitmen terkait hal ini. Itu semua menyulitkan untuk mencapai target,” tandasnya. (*/RG4)
Editor : Redaksi