BACASAJA.ID - Mahasiswa Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membuat terobosan baru. Ini terkait kebijakan satu peta oleh Presiden Joko Widodo.
Lantaran masih ada tumpang tindih pemanfaatan lahan di desa, mahasiswa ITS ini merancang suatu inovasi berupa penyedia layanan geospasial bernama Java Drone.
Baca juga: Perpanjang Pendaftaran, Untag Surabaya Tambah 300 Kuota Mahasiswa Baru
Moh Faisal, Shaza Flanetta Putri, dan M Hidayatul Ummah memulai perancangan Java Drone usai menilik peluang bisnis jasa pemetaan yang cukup besar. Yang mana kebanyakan, pemetaan tersebut menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lazim disebut drone.
Saat ini Java Drone telah diaplikasikan ke beberapa desa-desa tertinggal, di antaranya untuk Desa Ngepung, Nganjuk, Desa Lojejer, Jember, Desa Banjarasri, Sidoarjo, Desa Kedungbanteng, Sidoarjo dan beberapa desa lainnya.
“Kami memandang bahwa saat ini peta telah menjadi urgensitas pembangunan,” tutur Ketua Tim, Moh Faisal, melalui keterangan tertulis dikutip Rabu (3/12/2020).
Oleh sebab itu, lanjut mahasiswa yang biasa disapa Faisal ini, Java Drone hadir sebagai solusi untuk berbagai permasalahan pemetaan di Indonesia.
Baca juga: Sambut Ribuan Mahasiswa Baru, 7 Perwakilan Untag Surabaya Pakai Busana Tradisional
Sebelumnya, Faisal dan tim telah melakukan riset segmentasi pasar sehingga dapat mengetahui pihak mana yang perlu dituju dalam penawaran bisnis ini.
“Setelah itu, dilakukan pengembangan produk agar Java Drone memiliki state of the art,” jelasnya.
Faisal mengaku Java Drone difokuskan untuk pemetaan dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D). Beberapa produk yang diluncurkan oleh Java Drone di antaranya adalah Areal Mapping yang merupakan jenis pemetaan topografi, 3D Modelling yakni permodelan 3D khusus untuk cagar alam yang terancam punah, tree counting, plant health, dokumentasi, dan videogrammetry.
Baca juga: Mahasiswa Unair Ciptakan Produk Kecantikan Alami yang Bisa Mengatasi Masalah Jerawat
“Kemudian, kami mengembangkan tiga produk lagi yaitu inspeksi, 3D smart village dan aplikasi Geographic Information System (WebGIS). Sehingga kini terdapat sembilan produk,” imbuhnya.
Dengan berbagai hal tersebut, tambahnya, pekerjaan menjadi lebih efektif dan dapat memotong anggaran biaya. “Hingga kini, kami masih terus mengajukan penawaran ke beberapa desa tertinggal,” cetus mahasiswa kelahiran 18 Oktober 1999 tersebut. (rl)
Editor : Redaksi