Warga Dikenai Biaya Screening Covid-19 di Puskesmas, Bupati Trenggalek Datang dan Minta Maaf

bacasaja.id
Bupati Trenggalek M Nur Arifin saat mendatangi rumah warga dan meminta maaf.

BACASAJA.ID - Bupati Trenggalek Muhammad Nur Arifin langsung turun ke lapangan dan menemui warga yang dikenakan biaya screening Covid-19 saat dirawat di salah satu faskes milik pemerintah yang sempat viral di masyarakat dalam sepekan terakhir.

Bupati Nur Arifin segera melakukan klarifikasi kepada puskesmas, meminta biaya yang dikenakan dikembalikan hingga datang langsung ke rumah pasien untuk meminta maaf.

Baca juga: Covid-19 Menyerang Lagi, Wagub Jawa Timur Imbau Warga Tidak Panik

Dia menyayangkan kejadian penarikan biaya perawatan dan screening Covid 19 kepada salah satu warga Desa Siki, Kecamatan Dongko saat dirawat di salah satu Puskesmas. Dalam hal ini pihaknya telah melakukan klarifikasi, dan meminta biaya yang dikenakan dikembalikan hingga datang langsung ke rumah pasien untuk meminta maaf.

M.Nur Arifin menyayangkan kejadian ini, seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Apalagi saat ini skreaning Covid kepada warga yang berpotensi terpapar virus Corona sedang digalakkan. Harapannya dapat memutus mata rantai penyebaran Covid 19 sekaligus menekan angka kematian yang diakibatkan oleh penyebaran virus ini.

"Hari ini saya mengecek kebenaran pemberitaan, ada laporan dari masyarakat dan saya datang langsung ke puskesmas," ungkapnya saat mendatangi tempat tinggal Padi (56) warga Dusun Nguluh, Desa Siki, Kecamatan Dongko Kamis (29/7) guna meminta maaf.

Lebih lanjut Bupati M.Nur Arifin,mempermasalahkan adanya penarikan uang sebesar Rp. 1.300.000, yang dibebankan kepada warga, dengan rincian untuk perawatan UGD, kemudian perawatan selama di puskesmas dan Rapid Antigen.

Meskipun ada perda aturan tarif baik pelayanan maupun untuk Antigen, khusus untuk antigen kalau masyarakat itu mengajukan pribadi dengan alasan untuk peejalanan dan segala macam, silahkan dikenakan biaya sesuai tarif.

"Sedangkan inikan mereka itu datang kondisinya sakit, terus kita yang melakukan skreaning seharusnya ditanggung oleh pemerintah," terangnya.

Terus di sekreaning reaktif. Kalau sudah tahu reaktif dan masyarakat itu minta untuk pulang paksa, apalagi kalau reaktif ya harusnya puskesmas itu koordinasi dengan satgas di tingkat kecamatan atau di tingkat desa guna lakukan tindakan lebih lanjut.

Dilakukan tes lebih lanjut, ditraching lebih lanjut dan toh kalaupun harus dilakukan isolasi mandiri di rumah itupun harus diantar. Terus juga diawasi oleh satgas desa. Jangan penyelesaiananya pokoknya harus membayar, KTP, BPJS ditahan. Terus toh mereka pulang, pulang sendiri.

Masalahnya tidak selesai, itu biayanya bagaimana, apalagi pasiennya pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Termasuk keluarga miskin, terus cari biaya mereka juga susah.

Kemudian yang kedua penyebaran, belum tentu mata rantainya terputus. Ini bukan solusi menurut saya. Buat pembelajaran, tolong hati-hati untuk pelayanan Covid 19, karena biaya Covid 19 ini sudah ditanggung oleh pemerintah.

Kalaupun ada yang mengajukan untuk Rapid Antigen secara mandiri ya silahkan dikenakan sesuai dengan Perbup yang ada. Sedangkan ini keperluannya untuk screaning. Padahal screening ini adalah kebutuhan kita untuk testing dan traching, la kok malah dikenakan biaya untuk masyarakat.

"Jadikan pembelajaran," ungkapnya lagi menegaskan.

Baca juga: Pandemi Membaik, Daerah PPKM Jawa-Bali Meningkat Signifikan, Surabaya Raya Level 2

Kalaupun ada orang dengan probable Covid dan belum di PCR, kemudian tidak mau di rumah sakit dan minta cabut paksa, ya harus sepengetahuan satgas untuk langkah-langkahnya. Jangan sampai asal mbayar, terus tidak boleh pulang.

"Bisa tidak selesai ini Covid di Trenggalek kalau begini penerapannya. Saya mohon bisa dijadikan perhatian untuk semuanya," lanjut Bupati Arifin menegaskan.

Masyarakatpun kalau nanti di fasilitas kesehatan, saya himbau jangan takut untuk di Swab. Terus jangan takut bila nanti dilakukan treatmen. Baik isolasi secara bersama sama di gedung, jangan takut karena akan ada yang memantau kesehatannya.

"Jangan sampai nanti memaksakan isoman di rumah, terus gejala klinisnya bertambah. Terus nanti cari rumah sakit kekurangan ruangan atau karena yang lainnya," pesan suami Novita Hardini Mochamad itu.

"Hati-hati puskesmas, menetapkan satu kasus, apalagi yang berkaitan pembayaran. Utamanya Covid harap dilakukan dengan hati-hati. Sedangkan untuk masyarakat jangan punya paranoid, ketakutan berlebihan untuk dilakukan testing ataupun traching. Sayapun hampir setiap minggu melakukan swab. Sayapun juga pernah menjadi penyintas Covid," imbuh pria ini.

"Jadi jangan takut, semakin cepat ketahuan Covidnya, semakin cepat ditangani maka semakin cepat untuk sembuh. Sehingga tingkat kematian jangan seperti sekarang, Trenggalek sangat tinggi. Karena datang ke rumah sakit gejala klinisnya sudah parah.

Alhamdulillah untuk Pak Supadi, kemarin sempat reaktif. Itu satu bulan semenjak dirawat dan tidak ada gejala klinis lanjutan dan orang di sekeliling beliau juga tidak ada menunjukkan cluster sampai saat ini," tutur Bupati.

Baca juga: Covid-19 Naik Turun, BOR Rumah Sakit di Jawa Timur Masih Aman

"Yang paling penting itu, kita klarifikasi dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Trenggalek, khususnya kepada keluarga Pak Supadi," tandas mantan pengusaha peralatan rumah tangga ini.

Sedangkan Marmi, istri Supadi usai ditemui Bupati Arifin menceritakan kronologis kejadian yang dialami suaminya. Saat ke pasar bulan yang lalu, tepatnya hari Minggu sore suaminya mengeluhkan sakit di pinggang. Kadang-×kadang keluhan seperti ini, sesudah di Infus sembuh.

Minggu sekitar jam 8 malam, pria pemegang katu KIS ini akhirnya dibawa ke Puskesmas Dongko untuk mendapatkan perawatan. Senin jam 9 pagi diperiksa dengan diagnosa sakit Maagnya kambuh (tutur Marmi).

Sekitar jam 11 istri Padi ini berada di pasar dan dihubungi yang menjaga melalui telephone seluler, menceritakan Padi akan dilakukan Swab Antigen. Namun ada perjanjian dengan perawat kalau mau di Swab tidak membayar dan bila tidak mau harus bayar dan KIS nya tidak berlaku. Karena tidak punya biaya akhirnya si pasien mau di Swab dan hasilnya reaktif.

Reaktif, Supadi tidak mau di isolasi, yang bersangkutan minta pulang paksa. Karena permintaan ini Puskesmas akhirnya meminta biaya perawatan karena dengan pulang paksa maka KIS yang dipegang Supadi tidak berlaku lagi. Biaya yang dikenakan sekitar Rp 1,3 juta diperuntukkan biaya perawatan di UGD, biaya Swab Antigen maupun biaya perawatan di ruang perawatan.

Saat didatangi Bupati Arifin, Marmi berkeluh kesah tentang hidup yang dijalaninya, serta bagaimana susahnya harus mendapatkan uang untuk biaya perawatan rumah sakit. Mulai melupakan kejadian ini, istri Padi ini berharap penanganan kesehatan bagi masyarakat miskin di Trenggalek bisa lebih baik lagi. Kejadian yang dialami diharapkan tidak terjadi lagi. (j/g/rg4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru