Komisi B DPRD Jatim Matangkan Perumusan Raperda Pemberdayaan Usaha Desa Wisata

bacasaja.id
Wakil Ketua Komisi B Mahdi bersama Anggota Komisi B DPRD Jatim, Noer Soetjipto saat memimpin rapat bersama Dinas Pariwisata dan Biro Hukum.

BACASAJA.ID - Komisi B DPRD Jawa Timur terus mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemberdayaan Usaha Desa Wisata. Diharapkan setalah disahkan perda ini mampu meningkatkan sektor ekonomi masyarakat.

Wakil Ketua Komisi B, Mahdi mengatakan inisiasi perda ini, diawali potensi wisata setiap daerah. Namun lemahnya penggelolaan membuat potensi wisata terabaikan. Raperda yang diusulkan sejak 2017 lalu sempat tertunda, karena pandemi.

Baca juga: Mal dan Liga 1 Diizinkan, Komisi B DPRD Jatim: Sudah saatnya Sektor Pariwisata Dibuka

Lanjut Mahdi, Raperda tentang Desa Wisata ada nilai strategis. Yakni pada visi pembinaan desa wisata semakin dirasa sangat dibutuhkan untuk dibahas kembali. Pihaknya mencatat, sejauh ini ada sekitar 470 area yang berpotensi menjadi desa wisata, Tetapi terkendala pengembangannya karena sebagian desa masuk wilayah hutan.

"Setelah pandemi, kita berharap ekonomi bisa kembali pulih. Melalui perda ini bisa dimaksimalkan," tutur politisi PPP Jawa Timur.

Anggota Komisi B DPRD Jatim Noer Soetjipto mengatakan Raperda desa wisata ini sangat penting sekali. Ia mengaku pihaknya dengan pemerintah provinsi sepakat untuk menggerakkan ekonomi daerah terutama masa pandemi adalah desa wisata.

"Setelah ada perda maka ada payung hukum bagi desa wisata. Kemudian jika ada perda maka ekonomi akan tumbuh," katanya usai pembahasan Raperda Pemberdayaan Usaha Desa Wisata bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, dan Biro Hukum Pemprov Jawa Timur di Candra Wilwatikta, Kabupaten Pasuruan, Selasa (5/10/2021).

Menurutnya Gubernur Khofifah Indar Parawansa telah mencanangkan 750 desa wisata yang harus disambut dengan baik oleh 12 anggota DPRD pada tiap dapil.

"Mari kita maksimalkan bareng-bareng supaya kehidupan masyarakat di desa ada perubahan dan ada pemasukan dari desa," katanya.

Politisi Gerindra ini menambahkan ada 5 item yang diajukan. Yakni menggunakan tanah kas desa hubungan dengan pokmas, pemkab dan gubernur. Kedua menggunakan lahan perhutani dikelola pokmas bagaimana pemkab dan gubernur.

Ketiga menggunakan tanah pribadi yang dikelola pokmas, pemkab dan gubernur. Keempat lahan perhutani dikelola pokmas, pemkab dan gubernur. Kelima baik lahan perhutani maupun kas desa bisa mendatangkan investor.

"Ini harus diatur agar tidak mendatangkan permasalahan hukum pada kemudian hari," jelasnya.

Sementara itu anggota Komisi B DPRD Jatim Agatha Retnosari karena 38 kabupaten atau kota di Jatim tidak semuanya desa, namun juga kelurahan maka harus mengatur dua bagian. Pertama terkait dengan desa wisata dan yang kedua itu lebih fokus kepada kampung wisata. “Kenapa harus dibedakan antara desa wisata dan kampung wisata karena memiliki struktur pemerintahan yang berbeda. Sehingga ada konsekuensi yang berbeda dalam hal pendanaannya,” katanya.

Politisi PDIP ini menambahkan dengan adanya perda ini, harapannya adalah impact peningkatan pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga bisa mengentas kemiskinan di Jawa Timur. “Perda ini harus detail dan spesifik,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Sinarto menambahkan pihaknya mengacu pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (RIPPARPROV) yakni pengembangan pariwisata berbasis komunitas jadi komunitas. Yang biasa melakukan edukasi dan pemetaan potensi.

“Kalau sudah masuk usaha bisa jadi ada di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Sedangkan kami akan tanggung jawab pada pemberdayaan dari akses kepariwisataannya. Untuk perizinan beda lagi yang menangani bukan kami, jadi terkait wisata ini bukan hanya kami tapi supertim,” pungkasnya. (pca)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru