BACASAJA.ID - Komisi II DPR RI meminta Mentri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menunda penerapan program sertifikat tanah elektronik.
"Ditunda dan segera melakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dikutip Selasa (23/3/2021).
Baca Juga: DPRD Jatim Panggil BPN dan Pemprov Jatim soal HGB 656 Hektare di Laut Sidoarjo
Kebijakan sertifikat tanah elektronik tertuang dalam Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik.
Doli menjelaskan bahwa penundaan itu merupakan kesimpulan sementara atau poin pertama yang telah disepakati antara Komisi II dan Kementerian ATR/BPN.
Sementara itu, Sofyan Djalil mengatakan kebijakan sertifikasi tanah elektronik masih dalam tahap uji coba dan belum berlaku bagi masyarakat luas.
"Peraturan Menteri tentang Sertifikat Elektronik merupakan bagian dari uji coba. Peraturan diperlukan untuk diuji coba di Jakarta, Surabaya, dan beberapa kantor pertanahan lainnya," kata Sofyan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR yang diikuti melalui akun YouTube Komisi II DPR RI Channel di Jakarta, Senin (22/3).
Sofyan mengatakan bahwa sasaran awal dalam uji coba tersebut adalah bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar yang sertifikatnya dialihkan dari dokumen fisik menjadi dokumen elektronik.
Baca Juga: BPN Jatim Launching Pelayanan Langsung Masyarakat oleh KJBS, Apa sih Manfaatnya?
Dalam tahap uji coba, Kementerian ATR/BPN juga terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat elektronik dengan menggunakan standar internasional.
"Untuk masyarakat luas, belum, atau sampai masyarakat yakin sertifikat elektronik mudah dan dapat diakses serta dapat dipertanggungjawabkan," tuturnya.
Sofyan mengatakan bahwa aspek keamanan dan keselamatan dokumen elektronik menjadi pertimbangan utama dari kebijakan sertifikat elektronik tersebut. Masyarakat perlu dibangun kepercayaannya terhadap keamanan dokumen elektronik.
"Seperti bank. Masyarakat percaya menyimpan uangnya di bank meskipun jumlahnya triliun rupiah, tidak akan ada yang hilang," katanya.
Penggunaan dokumen elektronik juga tidak akan diikuti dengan penarikan sertifikat fisik. Menurut dia, sertifikat fisik yang sudah ada akan dicap oleh BPN yang menerangkan bahwa sertifikat tersebut sudah dialihmediakan menjadi sertifikat elektronik.
"Bila masyarakat ragu dengan sertifikat elektronik, BPN akan mengembalikan agar masyarakat yakin tidak ada perubahan," ungkapnya. (an/bsi)
Editor : Redaksi