BACASAJA.ID - Razia takjil yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung masih menemukan penggunaan zat berbahaya. Dari 31 sampel di 5 titik penjualan takjil, 4 di antaranya menggunakan zat berbahaya berupa borak, Rodamin B dan formalin.
Sampel takjil diambil di Desa Ketanon, Desa Gendingan, Desa Ringinpitu di wilayah Kecamatan Kedungwaru. Lalu di Kelurahan Kepatihan dan Kelurahan Jepun Kecamatan Tulungagung Kota.
Baca Juga: Pemkab Tulungagung Tandatangani NPHD Untuk KPU dan Bawaslu
Kepala Dinkes Tulungagung melalui Kasi Perbekalan dan Kefarmasian, Masduki jelaskan beberapa produk takjil jelaskan zat-zat berbahaya itu tak boleh ditambahkan dalam makanan. Dampaknya, akan menimbulkan efek berbahaya pada tubuh, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
“Itu bahan berbahaya dan tidak boleh ditambahkan dalam makanan,” ujarnya, Jum’at (16/4/21) sore.
Dalam jangka pendek zat berbahaya itu bisa akibatkan diare. Sedang dalam jangka panjang bisa sebabkan kanker dan gagal ginjal. Rerata zat berbahaya ditemukan dalam produk kerupuk. Produk ini biasanya menggunakan borak dalam campurannya.
Masduki jelaskan borak atau “uyah bleng” digunakan untuk merendahkan kerupuk. Borak juga membuat kerupuk lebih tahan lama. Namun penggunaan produk ini berbahaya bagi kesehatan.
“Mereka nekat karena borak bisa membuat kerupuk lebih renyah,” katanya.
Padahal di pasaran banyak perenyah yang lebih sehat dan tidak berbahaya. Untuk itu pihaknya akan terus melakukan sosialisasi terkait penggunaan zat berbahaya ini dalam campuran makanan.
Baca Juga: Lelang Perdana Kendaraan Pemkab Tulungagung, Ambulans Sepi Peminat RX King Paling Diminati
Disinggung adanya produk yang mempunyai PIRT namun masih menggunakan zat berbahaya, Masduki katakan bisa saja nomor PIRT itu palsu. Sebelum pengurusan PIRT pihaknya sudah mewanti agar produsen tak menggunakan zat berbahaya.
“Mereka juga menandatangani untuk tidak menggunakan zat berbahaya, jika tidak konsekuensinya penjara 5 tahun,” paparnya.
Terakhir dirinya berpesan pada masyarakat untuk jeli memilih takjil. Masyarakat harus membeli takjil yang bebas dari zat berbahaya. Secara kasat mata, makanan yang mengandung zat berbahaya bisa dikenali dengan warnanya yang mencolok.
“Syarat beli, beli di lokasi yang bersih, penjualnya juga menggunakan prokes, bukan produk mencolok juga,” pungkasnya.
Baca Juga: Pemkab Tulungagung Mulai Lelang Kendaraan Bermotornya
Sementara itu salah satu penjual takjil, Kotimah menjamin seluruh lauk maupun takjil yang dijual bebas dari zat berbahaya. Pasalnya, seluruh masakan yang dijual dimasak sendiri di rumah.
“Ini saya masak sendiri, kalau yang es atau jajanan titipan semua,” ujar wanita yang sudah berjualan sayur masak selama 30 tahun ini.
Ramadhan merupakan berkah tersendiri baginya. Dibulan ini dirinya mampu meraup omzet lebih dari Rp2 juta rupiah per hari. Omzet ini meningkat dibandingkan sebelum Ramadhan yang biasanya dibawah Rp2 jutaan. (Noyo/JP).
Editor : Redaksi