BACASAJA.ID - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerima audiensi beberapa tokoh dan organisasi masyarakat (ormas) dari Madura.
Audiensi yang berlangsung di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya ini, bertujuan untuk menyamakan persepsi dan langkah dalam upaya memutus mata rantai Covid-19, Kamis (17/6/2021).
Baca Juga: Covid-19 Menyerang Lagi, Wagub Jawa Timur Imbau Warga Tidak Panik
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, bahwa ada beberapa poin yang dibahas dalam audiensi ini.
Pertama adalah meluruskan adanya soal isu diskriminasi yang muncul karena penerapan penyekatan di akses Suramadu.
"Salah satunya adalah terkait diskriminasi, tapi bukan menyangkut ras (golongan). Diskriminasi yang dianggap oleh mereka (ormas) adalah diskriminasi kebijakan yang dilakukan pemerintah kota," kata Irvan usai kegiatan audiensi.
Salah satu ormas menilai bahwa kebijakan penyekatan di akses Suramadu sisi Surabaya ini merupakan bentuk diskriminasi kebijakan.
Namun demikian, setelah diberikan pemahaman, akhirnya mereka menyadari bahwasanya kebijakan tersebut bukanlah sebuah diskriminasi.
"Setelah kita berikan pemahaman kita terangkan semuanya, ternyata mereka menyadari bahwa ini bukan sebuah diskriminasi. Tapi memang sebuah upaya untuk memutus mata rantai dan mereka memahami. Karena kan tidak bisa keluar dari 3T. Testing, Tracing dan Treatment," ujarnya.
Apalagi, Irvan menyatakan, bahwa sebelum diterapkannya kebijakan penyekatan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sudah melakukan koordinasi dan meminta izin persetujuan dengan beberapa pemangku kepentingan. Baik itu Gubernur Jawa Timur, Pangdam V Brawijaya maupun Kapolda Jatim.
Baca Juga: Pandemi Membaik, Daerah PPKM Jawa-Bali Meningkat Signifikan, Surabaya Raya Level 2
"Ini sudah dikoordinasikan semua. Apalagi Pak Wali Kota selalu menyatakan bahwasanya Bangkalan, Madura ini satu kesatuan dengan Surabaya. Karena banyak juga warga dari Madura yang tinggal dan mencari nafkah di Surabaya," ungkap dia.
Di samping meluruskan isu soal diskriminasi, Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya ini juga mengungkapkan, bahwa dalam audiensi ini, salah satu ormas juga meminta adanya pelonggaran masa berlaku hasil swab serta percepatan proses screening di penyekatan.
"Jadi memang sudah ada percepatan yang dilakukan oleh Dinkes (Dinas Kesehatan) Surabaya. Jadi, seperti contohnya kalau swab antigen cukup menunggu 15 menit. Dan swab PCR pun itu tidak menunggu hari lagi, tapi jam," terangnya.
"Mereka sepakat akan membantu untuk pelaksanaan penyekatan ini, karena semata-mata juga untuk memutus mata rantai dan juga memberikan perlindungan kepada warga Madura sendiri," imbuhnya.
Baca Juga: Covid-19 Naik Turun, BOR Rumah Sakit di Jawa Timur Masih Aman
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Madura Perantau (AMP), Nawadi menyatakan, bahwa viralnya soal diskriminasi ini ternyata hanya sebuah pemelintiran.
"Jadi mulai sekarang kita berkomitmen, dengan elemen masyarakat, dengan seluruh organisasi Madura. Kita bahu membahu, kita gotong royong terjun ke lapangan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat Madura," kata Nawadi.
Disis lain, Korlap Aksi, Gerakan Selamatkan Jatim (GAS Jatim), Bob Hasan menyampaikan, bahwa aksi yang dilakukannya ini merupakan bentuk aspirasi dari beberapa elemen masyarakat Madura.
Pada intinya, pihaknya ingin agar penyekatan ini jangan sampai menyebabkan kerumunan. Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah agar pelaksanaan swab di akses Suramadu tidak hanya dilakukan satu titik lokasi.
"Bagaimana agar ada beberapa posko yang harus kita didirikan, bukan cuma di Surabaya. Di Bangkalan sudah mulai mendirikan posko untuk swab juga dari pihak provinsi dan Pemkab Bangkalan. Ini yang akan meminimalisir adanya kerumunan, dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19," kata Bob Hasan. (byta)
Editor : Redaksi