BACASAJA. ID - Pemerintah pusat memutuskan untuk melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali. Kebijakan ini dikhawatirkan memukul bisnis hotel dan restoran. Termasuk di Surabaya Raya.
Penerapan PPKM ini akibatk dari meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Hampir sama dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), PPKM akan membatasi seluruh aktivitas dari masyarakat.
Baca juga: Mantap! 19 Daerah di Jatim kini Berstatus PPKM Level 1, Ini Daftar Lengkapnya
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan PPKM ini mulai berlaku mulai 11 Januari hingga tanggal 25 Januari mendatang. Langkah ini diambil untuk menekan angka covid-19 pasca libur nataru.
Pada PKKM, setidaknya ada beberapa sektor yang akan mengalami pembatasan. Seperti kegiatan perkantoran yang mewajibkan 75 persen melakukan kerja di rumah. Serta pembatasan perkantoran. Namun sektor esensial tetap akan melaksanakan kegiatan. Sedangkan untuk mal hanya boleh beroperasi maksimal jam 19.00.
Untuk restoran dine in dibatasi 25 persen saja. Hal ini juga berakibat kepada para pemilik hotel, yang berkurangnya jumlah pengunjung.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono menyesalkan kebijakan tersebut. Menurutnya PKKM semakin membuat para pengusaha hotel dan restoran terseok-seok. Bahkan untuk menutup kerugian yang dialami tahun lalu saja masih belum bisa.
Ia mengatakan selama 2020 hotel yang ada di Jawa Timur hanya bisa menerima okupansi di bawah 50 persen. Cahyono mencontohkan saat libur Natal dan Tahun Baru ( Nataru) kemarin. Seharusnya okupansi hotel rata-rata bisa mencapai 70 persen. Namun karena ada kebijakan rapid antigen dan larangan Nataru di beberapa daerah, turun menjadi 30 persen saja.
Baca juga: Jatim jadi Provinsi Pertama dan Satu-satunya yang Level 1, Gubernur: Terima Kasih untuk Masyarakat
Angka tersebut jauh dibanding tahun 2019 yang okupansi hotel bisa mencapai 90 persen. Bahkan okupansi hotel pada minggu pertama Januari 2021 hanya mencapai 10-15 persen saja.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya saat PKKM diberlakukan. “Ya mungkin maksimal antara 10-20 persen saja okupansinya,” ujarnya.
Menurutnya selama ini hotel tidak bisa maksimal dalam mengeruk keuntungan. Bebannya habis untuk operasional. Baik untuk listrik maupun gaji karyawan.
Baca juga: Jatim Bebas Zona Merah Covid-19, Gubernur Khofifah: Semoga Tidak Ada Varian Baru Lagi
"Bahkan bukan tidak mungkin karyawan yang sudah bekerja, kembali di rumahkan. Sebab tidak ada kepastian terkait PKKM. Ia khawatir PKKM sama seperti PSBB tahun lalu. Dilakukan secara berjilid-jilid," keluhnya.
Pada tahun lalu, setidaknya 30 ribu karyawan dirumahkan. Serta beberapa hotel terpaksa ditutup karena tidak mampu membiayai operasional. Sedangkan untuk pembatasan dine in pada restoran, Cahyono tidak terlalu mempermasalahkan.
"Sebab masih ada alternatif untuk menjual produk yang ditawarkan. Seperti pemanfaatan transportasi online. Meski demikian, tetap saja aturan ini mengganggu bisnis restoran," tandasnya. (Byta)
Editor : Redaksi