Proyek Surabaya Waterfront Land Rp72 Triliun Diadukan ke Anggota DPD RI La Nyalla

Reporter : Redaksi
La Nyalla Mattalitti

SURABAYA - Polemik Surabaya Waterfront Land yang akan menguruk lautan dari Kenjeran hingga Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur masih terus menggelinding. Terbaru, sejumlah nelayan mengadukan proyek itu ke anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. 

Para nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya itu tetap pada pendiriannya, yakni menolak Surabaya Waterfront Land.

Baca juga: Inilah 6 Fakta KPK Geledah Rumah Anggota DPD RI La Nyalla di Surabaya

Kepada La Nyalla, mereka memprotes karena Surabaya Waterfront Land masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) di perairan Surabaya.

Ketua DPC HNSI Kota Surabaya, Heru SR menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihaknya bersama sejumlah elemen masyarakat lainnya. Mulai menghadap ke Komisi IV DPR RI hingga ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hanya saja, sampai saat ini proyek tersebut terus berjalan.

Heru menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi dasar penolakan proyek tersebut. Tentu saja yang pertama, proyek itu mengganggu ekosistem pesisir. Proyek ini juga menurutnya berdampak negatif pada masyarakat lokal dan mengabaikan kebutuhan dan hak komunitas yang ada. 

"Proyek ini juga menggusur warga pesisir dari tanah kelahiran, merusak identitas budaya pesisir dan hal lainnya dan menghilangkan pendapatan nelayan," kata Heru saat menyampaikan aspirasi kepada LaNyalla di Gedung Graha KADIN Jatim, Kamis (20/3/2025), dikutip dari laman resmi RRI.

Diketahui, proyek yang akan dilaksanakan oleh PT Granting Jaya ini akan mereklamasi lahan seluas 1.084 hektare dan akan membaginya menjadi empat blok pulau. Menurut Heru, pembangunan dan reklamasi di lokasi yang saat ini sedang dalam proses AMDAL sudah barang tentu akan membuat pendapatan nelayan berkurang.

Sebab, kata dia, di lokasi yang direncanakan merupakan rumah ikan, di mana tempat tumbuh dan kembang ikan. 

Baca juga: KPK Geledah Rumah Tokoh Pemuda Pancasila La Nyalla Mattalitti, Terkait Korupsi Dana Hibah Jatim

"Karena merupakan rumah ikan, maka lokasi yang akan dibangun sering didatangi nelayan tak hanya dari Surabaya, tetapi juga dari Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, Gresik dan wilayah lainnya," kata Heru.

Jika wilayah itu dibangun, otomatis nelayan akan kehilangan pendapatan karena ikan tangkapan mereka berkurang. 

"Selain itu berpotensi timbul banjir rob bagi masyarakat pesisir. Hal ini yang harus diperhatikan dengan baik," kata Heru. 

Pembina HNSI Kota Surabaya, Samsurin menambahkan, sejauh ini tak ada tindakan kejahatan lingkungan terhadap proyek senilai Rp72 triliun yang merusak biota laut tersebut. 

Baca juga: Marak Jual Beli Kavling Ilegal, Asosiasi Real Estate Minta Solusi ke Ketua DPD RI La Nyalla

Menanggapi keluhan para nelayan, Ketua DPD RI ke-5 itu akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Gubernur dan Walikota Surabaya, serta kementerian terkait di Jakarta. Prinsipnya, selama pembangunan tidak berkeadilan, maka harus dihentikan atau dikoreksi. 

“Jika nelayan yang sebelumnya hidup cukup, kemudian menjadi menderita dan semakin miskin, maka pembangunan itu tidak membawa dampak dan tidak adil. Harus dihentikan atau dikoreksi total. Pembangunan itu ujungnya harus membawa manfaat bagi semua stakeholder. Apalagi nelayan adalah stakeholder utama,” pungkas La Nyalla. (*)

 

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru