BACASAJA.ID - RN (36), ibu kandung TA (17), perempuan yang menjadi korban pencabulan oleh guru spiritual ayah kandungnya mengaku kesulitan mendapatkan bantuan pendamping psikolog.
Dia menceritakan kondisi anaknya pasca mengalami pencabulan selama delapan tahun.
Baca juga: Diduga Cabuli Anak Tiri, Polda Jatim Tangkap Mantan Ketua Ormas di Surabaya
"Tiap malam dia mimpi buruk, jadi susah tidur. Sering mood swing (perubahan emosi secara cepat), tiba-tiba marah enggak jelas," ungkap RN dikutip Rabu (11/3/2021).
Kondisi anaknya itu semakin memburuk setelah pihak keluarga JK (ayah korban) menghubunginya melalui sambungan telepon. TA mendapatkan intimidasi diminta mencabut laporannya di Polda Jatim.
"Minta laporannya dicabut dan diselesaikan secara kekeluargaan. Mereka menelepon langsung ke TA dan bilang jangan kasih tau ke bunda," ujarnya.
Padahal, anaknya berkeinginan untuk kembali sekolah. Namun, RN masih belum berani menuruti kemauan putrinya itu lantaran mengalami kenfala ekonomi.
"Di sisi lain kondisi psikologi anaknya yang seperti itu, menurut saya dia belum siap," terangnya.
RN pun bingung dengan kondisi saat ini, beberapa lembaga yang menangani bidang perlindungan anak, tidak merespon keluhannya.
Baca juga: Kasus Pencabulan di Rumah Penampungan Surabaya, Tersangka Berubah Sikap Sejak Istrinya Minta Cerai
"Aku bingung, karena anakku ini benar-benar butuh pendamping psikologi," ungkapnya.
Bahkan, ketika mengeluh kepada Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, di nomor ponselnya +62812-9194-xxx, RN tidak direspon.
"Saya sudah coba WA di dua nomor ketua komnas PA yang saya dapat, tapi tidak ada respon. Pesan saya hanya dibaca saja. Melalui e-mail juga sama, tidak ada tanggapan," keluh RN sambil menunjukan isi pesannya.
Sama halnya ketika RN menghubungi Saiful Bachri, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Komnas PA Kota Surabaya, di nomor +62813-9556-3XXX, RN tidak mendapatkan jawaban yang diharapkan
Baca juga: Bermodus Obati Kanker Payudara, Dosen UNEJ Ini Cabuli Gadis 16 Tahun
"Kalau yang LPA Surabaya itu mas slow respon, hanya dibalas dua kali, itu hanya tanya posisi anak saya di mana. Sama juga dengan KPAI, saya sudah email tapi semua sama slow respon, dan tidak ada kabar selanjutnya." keluhnya.
"Kalau gak salah sudah ada enam orang yang saya hubungi, Woman Crisist Center di Malang, KPAI, ketua Komnas PA, LPA Surabaya, dan beberapa saya sudah lupa namanya, tapi tidak ada yang merespon keluhan saya," sebut RN.
Untuk diketahui, kasus ini sudah dilaporkan dengan nomor LP-B/31/I/RES.1.4/2021/UM/SPKT Polda Jatim, dan tengah ditangani oleh Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim. (ads/rg4)
Editor : Redaksi