PPKM Darurat Diperpanjang, Ini Kisah Sukses Melawan Covid-19 dari Sebuah Kota yang Pemerintahnya Tegas, Nakesnya Cakap dan Warganya Patuh

bacasaja.id
Sauasana penyekatan jalan di Kota Surabaya, beberapa waktu lalu. (Dok. Bacasaja.id)

BACASAJA.ID - Pada awal tahun 2020, sebuah kota kecil di Italia bernama Vo' sedang berjuang keras melawan pandemi COVID-19. Italia ketika itu mengkonfirmasi kasus pertama yang ditularkan secara lokal dari SARS-CoV-2 di luar Asia pada bulan Februari.

Mengetahui itu, otoritas kesehatan setempat langsung bertindak. Sang Wali Kota - yang juga berprofesi sebagai seorang tenaga kesehatan - memerintahkan penguncian atau lockdown ketat.

Baca juga: Awas! Covid-19 Menggeliat Lagi di Indonesia, Kemenkes: Didominasi Varian JN.1

Dia memerintahkan pengujian menyeluruh untuk semua warga kota yang berjumlah sekitar 3.270 orang. Jalanan ditutup dan tentara diterjunkan untuk mencegah orang berkeliaran.

Itu terjadi pada tahun 2020. Sekarang, semuanya telah berubah. Kota Vo' adalah kota teraman dari Covid-19.

Kita tahu bahwa virus corona dapat menyebar melalui udara, tidak hanya dengan jabat tangan atau interaksi langsung lainnya. Umat manusia pun sekarang memiliki beberapa vaksin yang efektif, termasuk yang dipakai untuk varian yang benar-benar baru yang bahkan lebih mematikan.

Tetapi terlepas dari betapa berbedanya kondisinya sekarang, Kota Vo' telah membantu para ilmuwan memahami virus corona dan bagaimana tubuh kita meresponsnya.

Seiring dengan pengujian massal pada bulan Februari dan Maret 2020, para ilmuwan menguji sebagian besar populasi Vo untuk antibodi SARS-CoV-2 lagi pada Mei 2020. Mereka menemukan bahwa sekitar 3,5 persen dari populasi (sekitar 100 orang) telah terinfeksi sebelumnya pada bulan-bulan sebelumnya itu.

Pada November 2020 mereka melakukan pengujian lagi. Para ilmuwan meminta semua orang yang diketahui positif Covid-19 baik via tes antibodi maupun tes swab, untuk mengikuti tes antibodi lagi demi mengetahui siapa saja yang masih memiliki antibodi terhadap virus.

Tim menemukan fakta mengejutkan. Terdapat 98,8 persen orang yang dites positif corona pada Mei 2020 masih bereaksi terhadap setidaknya satu jenis antigen pada November. Itu artinya, antibodi bertahan setidaknya selama enam bulan hingga mendekati sembilan bulan sejak pertama kali mereka terjangkit.

"Kami tidak menemukan bukti bahwa tingkat antibodi antara infeksi simtomatik (bergejala) dan asimptomatik (tanpa gejala) berbeda secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa kekuatan respon imun tidak tergantung pada gejala dan tingkat keparahan infeksi," ungkap ilmuwan Ilaria Dorigatti dari Imperial College London, dikutip Rabu (21/7/2021).

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Vaksinasi Diperkuat

“Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa tingkat antibodi bervariasi, terkadang sangat mencolok, tergantung pada tes yang digunakan. Ini berarti bahwa diperlukan kehati-hatian saat membandingkan perkiraan tingkat infeksi pada populasi yang diperoleh di berbagai belahan dunia dengan tes yang berbeda dan pada waktu yang berbeda," tambahnya.

Seperti yang kita ketahui sekarang, bahkan di Indonesia, hanya sebagian kecil kasus yang menunjukkan gejala. Dalam kasus Kota Vo', begitu banyak penduduk kota tidak tahu bahwa mereka terinfeksi Covid-19 sampai mereka dites.

Para peneliti juga telah menguji anggota keluarga dari mereka yang terinfeksi, sehingga peneliti dapat menyelidiki berapa banyak orang yang kemungkinan terinfeksi.

Yang cukup menarik – setidaknya dengan varian pada waktu itu – Kota Vo' menunjukkan bahwa 79 persen penularan hanya disebabkan oleh 20 persen interaksi. Kalau Anda terinfeksi di Kota Vo' pada awal pandemi, kemungkinan Anda menularkan infeksi ke anggota keluarga hanya satu dari empat.

Ini secara signifikan lebih rendah dari yang diperkirakan para ilmuwan ketika tidak ada tindakan yang diambil untuk menghentikan penyebaran virus.

Baca juga: Merdeka! Jokowi Bolehkan Lepas Masker Di Ruang Terbuka

Namun, ini adalah situasi kehidupan nyata di awal pandemi, dan tidak mungkin apa yang terjadi dengan 3.000 atau lebih penduduk kota Vo' akan cocok dengan wabah yang menampilkan varian berbeda dan populasi berbeda.

“Pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penularan SARS-CoV-2 dalam rumah tangga memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami bagaimana faktor demografis dan epidemiologis memengaruhi penularan dalam lingkungan rumah tangga,” tim menyimpulkan dalam makalah baru mereka.

“Deteksi baru-baru ini terhadap varian SARS-CoV-2 baru yang lebih menular dan lebih parah di Inggris dan di tempat lain, memperkuat urgensi untuk meningkatkan strategi pengendalian termasuk pengujian luas dan pelacakan kontak digital, untuk menjaga insiden SARS-CoV-2 pada tingkat rendah secara global."

Terlepas dari masalah masa depan itu, melegakan melihat orang-orang Vo masih mengandung antibodi yang tersisa setelah berbulan-bulan.

Mau terbebas dari Covid-19, yuk patuhi aturan PPKM Darurat Mikro, lockdown Kota Vo' ala Indonesia. (Nature Communications/rg4)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru