SURABAYA - Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono, mengapresiasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) provinsi yang menggelar FGD terkait optimalisasi kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk DBHCHT yang berlangsung Rabu (24/7/2024).
Dalam FGD tersebut, turut hadir Dekan FEB Universitas Muhammadiyah Malang Prof. Idah Zahroh dan Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto.
Baca Juga: Temui Pj.Gubernur Jatim, Anggota DPD RI Bicarakan Bagi Hasil Cukai hingga Migas
Adhy mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menyuarakan keseimbangan khususnya bagi industri rokok bersama pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Timur.
“Maka dari itu, adanya peningkatan DBHCHT bagi Pemprov Jatim dimana pengelolaannya akan dikembalikan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Jatim,” ujarnya.
Terlebih, ia menyebut Jawa Timur sebagai penghasil cukai rokok memiliki kontribusi sebesar 60 persen dan merupakan penghasil cukai rokok terbesar di Indonesia. Jawa Timur, lanjut Adhy, tahun ini memperoleh alokasi DBHCHT sebesar Rp2,77 triliun atau sebesar 3 persen yang dibagi kepada 38 kabupaten/kota.
Dengan demikian, Pemprov Jatim hanya mendapatkan Rp700 milliar. Alokasi Rp700 Milliar itu dibagi lagi untuk peningkatan sektor kesehatan masyarakat serta penegakan hukum rokok terutama rokok ilegal. "Jadi kami melihat ini ada pembatasan penggunaan untuk kesejahteraan masyarakat," kata Adhy.
Menurut dia, DBHCHT sangatlah besar manfaatnya bagi masyarakat. Berbagai penerima bantuan sosial dari cukai rokok seperti buruh rokok, petani tembakau, pekerja rokok serta masyarakat kurang mampu penerima yang menjadi bagian dari konpensasi.
Pengentasan kemiskinan, menurut Pj Gubernur Jatim tetap menjadi komitmen dan prioritas bersama dengan dukungan dari semua pihak utamanya industri rokok. Konsep penanggulangan kemiskinan juga menjadi fokus penting melalui program-program produktif melalui akses pemberdayaan ekonomi dan pemberian akses modal.
Baca Juga: Jatim Jadi Provinsi Terinovatif Se Indonesia, Ini Buktinya
Tak hanya itu, DBHCHT bisa digunakan untuk mewujudkan capaian 100 Persen kepesertaan BPJS Kesehatan sehingga target Universal Health Coverage (UHC) bisa terpenuhi. Menurut Adhy, akan terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil cukai rokok sehingga UHC tidak bisa merata di seluruh daerah Jatim.
"Kami ingin dana DBHCHT ini dirasakan oleh banyak lapisan masyarakat miskin dan berbagai program BPJS Kesehatan serta program program lainnya yang belum tersentuh oleh bantuan sosial," ungkapnya.
Adhy menilai, diskusi ini sejalan dengan isu yang dihadapi oleh Pemprov Jatim terkait optimalisasi pendapatan yang bisa terus di dorong demi kesejahteraan masyarakatnya.
"Kadin menjembatani FGD ini dikarenakan mitranya adalah Industri Rokok yang ingin kontribusi dari hasil rokok bisa lebih dirasakan. Kami ingin dukungan dari Akademisi yang akan mengkaji secara akademis efek dari kebijakan ini bagi pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat," sebutnya.
Baca Juga: Alokasi APBD 2025: Pendidikan Rp8,76 Triliun, Kesehatan Rp5,35 Triliun, Infrastruktut Rp1,15 Triliun
"FGD ini jadi sinergi sekaligus menjadi bekal bagi Bappeda dalam menyusun kajian yang fundamental, akademis yang bisa mendorong kesejahteraan masyatakat," tambahnya.
Pj. Gubernur Adhy memandang bahwa pemerintah pusat menginginkan DBHCHT bisa digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah. Pihaknya berpendapat bahwa pemerintah bisa menggunakan Dana Bagi Hasil Batubara yang nilainya cukup besar berbeda dengan DBHCHT rokok yang terdapat pembatasan hingga larangan.
"Kita ingin industri rokok ini bisa menghasilkan efek yang besar bagi masyarakat mulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan, penurunan pengangguran, menjaga daya beli masyarakat serta membantu pemerintah membantu di bidang kesehatan. Terbukti lima rumah sakit kami dibiayai oleh DBHCHT," pungkasnya.(Kominfo)
Editor : Redaksi