SURABAYA - Pemkot Surabaya dapat rezeki nomplok dana Rp19 miliar dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun dana itu bukan uang cuma-cuma, melainkan insentif fiskal sebagai apresiasi atas kinerja positif Pemkot Surabaya di tangan Wali Kota Eri Cahyadi.
Insentif fiskal yang diberikan Pemkot Surabaya itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 353/2024 yang ditandatangani Menkeu Sri Mulyani pada 1 September 2024.
Baca Juga: Jadi Anggota GNLC Pertama di RI, Surabaya Siap Berbagi Praktik Terbaik dalam Konferensi UNESCO
Mendapat anggaran Rp19 miliar, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak mampu menyembunyikan kebahagaiaanya. Ia pun menyampaikan teruma kasihnya ke pemerintah pusat.
”Alhamdulillah, kami berterima kasih ke pemerintah pusat. Insentif fiskal ini menunjukkan dua hal. Pertama, upaya Pemkot Surabaya terkait kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat berada pada jalur yang benar, meski tentu belum sepenuhnya sempurna," kata Eri Cahyadi di Surabaya, Jumat 6 September 2024.
"Beberapa evaluasi pasti kita lakukan, sehingga program terkait kesejahteraan masyarakat bisa semakin optimal,” sambung Wali Kota Surabaya yang akrab disapa Cak Eri ini.
Kedua, lanjut Eri Cahyadi, terdapat pola relasi yang semakin sehat dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Pemerintah pusat rutin memberi insentif pada daerah-daerah yang memiliki kinerja terukur.
“Insentif fiskal berbasis kinerja ini menumbuhkan budaya inovasi dan mengakselerasi pelayanan publik lebih baik lagi di daerah-daerah. Kami mengapresiasi langkah pemerintah pusat dalam menstimulus pemerintah daerah untuk bekerja lebih berdampak bagi masyarakat,” ujar Eri yang juga ketua umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Insentif Fiskal Terkait Kinerja Kesejahteraan Masyarakat
Eri Cahyadi merinci, insentif fiskal yang diberikan ke Pemkot Surabaya itu terkait kinerja kesejahteraan masyarakat. Dari dana yang diberikan Rp19 miliar, terdiri atas insentif untuk kinerja penghapusan kemiskinan ekstrem Rp7,17 miliar, kinerja percepatan penurunan stunting Rp6,49 miliar, dan kinerja percepatan belanja daerah Rp5,36 miliar.
Terkait kemiskinan ekstrem, imbuh Eri, Pemkot Surabaya berhasil menurunkannya dari level 1,2 persen pada 2021, menurun menjadi 0,8 persen pada 2022, dan terus berkurang hingga ke level 0,42 persen pada 2024.
Berbagai langkah telah dijalankan untuk mengakselerasi penurunan kemiskinan ekstrem, mulai padat karya untuk berbagai program Pemkot Surabaya, seperti bedah ribuan rumah yang melibatkan warga kurang mampu di sekitar rumah yang dibedah sebagai pekerja.
Lalu pelibatan warga miskin sebagai pekerja di kelompok-kelompok produksi paving yang produknya digunakan untuk membangun kampung-kampung, hingga pemanfaatan aset-aset Pemkot sebagai Rumah Padat Karya untuk beragam usaha.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih Penghargaan Penyelenggara Inovasi Pelayanan Publik Terbaik 2024
"Di antaranya untuk cuci mobil, laundry, jahit, kafe, dan sebagainya,” cetus Eri Cahyadi.
Soal Rumah Padat Karya di Surabaya
Rumah Padat Karya tersebut kini telah ada di 133 titik se-Surabaya.
”Termasuk kita manfaatkan aset Pemkot Surabaya sebagai lokasi budidaya perikanan dan beragam model urban farming yang memberdayakan warga kurang mampu di sekitarnya,” jelasnya.
Terkait prevalensi stunting, Pemkot Surabaya juga sukses menekannya ke level 1,6 persen, terendah se-Indonesia. Eri menargetkan prevalensi stunting bisa mencapai 0 persen pada tahun ini.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Gelar Gerakan Pangan Murah, Beras Premium Rp69 Ribu/5 Kg
“Penanganan stunting menjadi kunci untuk menyiapkan generasi terbaik di masa depan, terutama agar momentum Indonesia Emas 2045 tidak terlewatkan karena Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada 2045," papar Eri.
Wali Kota Eri menambahkan, Pemkot Surabaya juga terus menggeber percepatan belanja daerah, APBD menjadi salah satu instrumen vital dalam menggerakkan perekonomian, yang ujungnya adalah penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Apalagi, Pemkot Surabaya mengalokasikan sebagian besar belanja APBD-nya untuk produk dalam negeri dan UMKM, sehingga belanja tersebut memberi dampak pengganda (multiplier effect) ke pelaku ekonomi lokal.
Terbukti, pertumbuhan ekonomi Surabaya mencapai 5,7 persen per 2023, di atas rata-rata Jawa Timur dan nasional. Lalu tingkat pengangguran terbuka juga terus menurun dari 9,68 persen pada 2021 menjadi 6,76 pada 2023.
Editor : Redaksi