BACASAJA.ID - Hampir enam bulan lamanya, sejak Agustus 2020, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya bungkam dari kelanjutan obat kombinasi Covid-19. Apalagi saat ini sudah datang Vaksin Sinovac asal China. Lantas bagaimana nasib obat yang diteliti Unair berkerja sama dengan BIN dan TNI AD itu?
Penelitian kombinasi obat tersebut menjadi polemik, lantaran belum memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bahkan pada Agustus lalu, BPOM menyatakan hasil uji klinis tersebut belum valid.
Baca Juga: Vitamin D mampu Tangkal Covid-19! Ini Daftar Buah-buahan sebagai Vaksinasi Alami
Berbagai kontroversi pun timbul. Saat Agustus 2020 lalu pihak peneliti Unair diminta menguji dan memperbaiki kembali obat tersebut.
Sejak permasalahan itu mencuat, Unair sepertinya memilih diam dan tidak lagi memprioritaskan kombinasi obat Covid -19. Namun mulai memprioritaskan riset vaksin Merah Putih.
Rektor Unair Prof M. Nasih mengatakan, ‘ritme’ pemberitaan obat covid memang dikurangi. Namun bukan berarti kombinasi obat tersebut tidak dipakai. Menurutnya sampai saat ini kombinasi obat tersebut sudah tersedia lebih dari 80 fasilitas kesehatan (faskes) TNI AD.
Bahkan obat tersebut diklaim sudah digunakan oleh faskes TNI AD. "Kombinasi obat juga sudah dipakai di RS. Unair. Obat juga sudah disederhanakan. Namanya Yudha Cov 1 dan Yudha Cov 2. Nanti formatnya saya kabari lebih lanjut,” ungkap Prof Nasih dikutip Senin (15/2/2021).
Disinggung mengenai efektifitasnya, Unair nyatanya masih beralasan dengan mengumpulkan laporan mengenai efektifitas kombinasi obat tersebut. Namun Prof. Nasih lagi-lagi mengklaim, masyarakat yang selama ini memakainya cukup efektif dalam proses penyembuhan covid-19.Tetapi, Nasih masih belum bisa memberikan data pasti mengenai hal tersebut.
Menurut Nasih, Yudha Cov 1 digunakan untuk pasien yang memiliki gejala ringan. Sedangkan Yudha Cov 2 digunakan untuk pasien yang memiliki gejala ringan menuju ke sedang.
Baca Juga: Isolasi Mandiri Dirumah, Pakar Unair "Utamakan Pemenuhan Gizi"
Sebelumnya, 5 kombinasi obat Covid - 19 yang sempat dirilis Unair, yakni lopinavir/ritonavir dengan azithromicyne, lopinavir/ritonavir dengan doxycyline, lopinavir/ritonavir dengan chlaritromycine, hydroxychloroquine dengan azithromicyne, dan hydroxychloroquine dengan doxycycline.
Sayangnya sampai sekarang kombinasi obat tersebut masih belum memiliki izin edar dari BPOM. Meski begitu Prof. Nasih mengatakan, tidak masalah jika kombinasi obat tersebut tidak memiliki izin edar BPOM.
"Sebab setiap komponen obat yang digunakan sudah memiliki izin dari BPOM," katanya.
Meski demikian, bukan berarti penggunaan kombinasi obat itu tidak diawasi. Semuanya dikontrol oleh dokter yang memiliki kewenangan untuk menggunakannya.
Baca Juga: Apa Kabar Obat Covid-19 Buatan Unair? Begini Kata Prof Nasih
Selain itu, kombinasi obat ini tidak dijualbelikan secara umum. Hanya faskes tertentu yang bisa memakainya. Serta pemakaiannya hanya untuk opasien tertentu. “Karena kebanyakan dipakai faskes TNI AD. Sepenuhnya dalam kontrol dokter penanggung jawab dokter disitu,” terangnya.
Lalu bagaimana dengan vaksin Merah Putih? Prof. Nasih tidak mau komentar banyak, seolah berusaha mengalihkan perhatian. Prof. Nasih hanya mengungkapkan sedikit mengenai laporan terakhir, yang telah memasuki tahap uji coba pada hewan besar.
Jika sesuai jadwal, lanjut Nasih, hasilnya sudah bisa dilaporkan pada pertengahan tahun nanti. Kemudian penelitian akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Vaksin ini berkerja sama dengan PT. Biofarma. Rencananya pada tahun 2022 vaksin merah putih sudah ada hasilnya. Unair memang sengaja tidak merilis hasilnya secara bertahap. “Agar tidak gaduh. Takutnya ada persepsi yang tidak baik di masyarakat,” tandasnya. (byta/L1)
Editor : Redaksi