BACASAJA.ID – Pembunuhan yang dilakukan anak terhadap keluarganya kembali terjadi di Trenggalek, Jawa Timur. Kali ini terduga pelakunya warga Desa Dongko, Kecamatan Dongko yang tega melukai kakeknya hingga meregang nyawa. Bahkan pelaku juga membacok ayah dan ibunya sendiri.
Polres Trenggalek sudah menangkap pelakunya, yakni Sucipto (35). Sedang korban meninggal dunia diketahui bernama Wardi (74). Sementara dua korban luka, yaitu pasangan suami-istri Maryono (74) dan Juminem (64).
Baca Juga: Sakit Hati Sering Dimarahi, Anak di Surabaya Bunuh Ayah Kandungnya
Maryono dan Juminem adalah orangtua tiri yang merawat tersangka sejak lama. Sedang Wardi ini ayah angkat Juminem, yang artinya juga kakek tiri tersangka. Mirisnya, kejadian sadis ini dipicu masalah korek api.
Hanya saja, dalam penyelidikan polisi, tersangka Sucipto pernah mengidap Skizofrenia. Hal itu ditunjukkan lewat hasil pemeriksaan yang dilakukan beberapa tahun lalu. “Sucipto, si pelaku, pernah dirawat karena gangguan kejiwaan dan mengalami penyakit skizofrenia atau F20,” kata Kapolres Trenggalek AKBP Doni Satria Sembiring saat menggelar rilis, Rabu (24/3/2021).
Ketika diperiksa oleh penyidik mulai Selasa (23/3/2021) siang, atau beberapa jam setelah kejadian tragis itu, Sucipto belum bisa memberikan keterangan yang jelas. Karena itulah, penyidik akan memeriksa ulang kejiwaan tersangka.
“Kami periksakan kesehatan jiwanya lagi, sehubungan dengan hasil kejiwaan sebelumnya yang menyebutkan tersangka ada riwayat gangguan jiwa,” tandas Doni.
Informasi yang dihimpun, insiden penganiayaan satu keluarga tersebut berlangsung di dalam rumah, Selasa (23/3/2021). Entah apa yang terjadi, Juminem, ibu Sucipto tiba tiba berlari keluar sembari histeris meminta tolong, karena dibacok anaknya.
Melihat itu, Maryono langsung bergegas mendatangi istrinya. Namun, bukanya mereda, Sucipto justru semakin kalap. Maryono yang notabene ayahnya diserang. Ia terluka bacok.
Warga pun heboh mengetahui kejadian itu. Mereka berdatangan. Sucipto ditangkap petugas yang dibantu sejumlah warga.
Baca Juga: Anak di Surabaya Diduga Bunuh Ayah Kandungnya yang Sudah Renta
Lantaran mengalami luka bacok di bagian kepala, kedua orang tua Sucipto dilarikan ke puskesmas. Sementara saat pengechekan di dalam rumah, Wardi, kakek Sucipto ditemukan tewas di kamarnya. Laki laki berusia 74 tahun tersebut mengalami luka bacok di bagian kepala dan leher.
Kepala Desa Dongko, Kecamatan Dongko, Trenggalek, Marni menceritakan pembacokan dilakukan Sucipto terhadap tiga anggota keluarganya. Awalnya, korban Maryono meminta pelaku untuk membelikan korek api.
Namun saat kembali ke rumah, pelaku hanya memberikan korek api yang tidak ada isinya. Sehingga tidak bisa dinyalakan. Saat itu Maryono protes dan melempar korek tersebut di hadapan pelaku.
"Mbah Maryono bilang wong korek nggak enek isine kok dituku (korek tidak ada isinya kok dibeli). Kemudian dilempar ke depan pelaku dan pelaku akhirnya marah," ujarnya.
Saat itu juga pelaku pembacokan langsung mengambil dua bilah sabit yang ada di rumah tersebut, dan mengancam Maryono (74) serta Juminem (64). Mendapat ancaman dari pelaku, kedua korban berusaha menyelamatkan diri.
Baca Juga: Jurnalis Media Online Diduga Dibunuh, Komisi III DPR RI Minta Polisi Usut Tuntas
"Dikejar sama pelaku, Mbah Juminem sempat dibacok bagian belakang. Kemudian karena Mbah Maryono tidak terkejar, pelaku melempar sabit tersebut hingga mengenai tubuhnya," jelas Marni.
Setelah kedua korban lari, pelaku kembali ke rumah dan masuk ke dalam kamar. Saat itu ia mendapati Wardi sedang tertidur. "Akhirnya dibacok oleh pelaku pada bagian leher," imbuhnya.
Menurutnya, serangan pelaku pembacokan membuat korban Wardi mengalami luka serius dan akhirnya meninggal dunia di lokasi kejadian. "Yang luka leher bagian belakang, nyaris putus," imbuhnya.
Marni menambahkan, sejak kecil Sucipto dirawat oleh ketiga korban yang berstatus masih kerabat dekat. Sedangkan kedua orang tuanya telah berpisah dan tinggal di lain desa. "Kalau orang tuanya rumahnya di Dusun Belimbing, Desa Dongko. Kemudian ayah kandungnya sudah cerai dan menikah di Desa Ngerdani," cerita Marni. (gn)
Editor : Redaksi