Polemik HUT Kota Surabaya, Wakil Ketua DPRD Temui Ahli Sejarah

bacasaja.id
Foto: (dari kiri) Anggota Forum Begandring Soerabaia Khotib, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony, Anggota Forum Begandring Soerabaia Nanang Purwono, dan Koordinator Forum Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo

BACASAJA.ID - Wakil DPRD Kota Surabaya A. H. Thony menemui para sejarawan yang bermaksud melakukan gugatan akademis atas tanggal Hari Jadi Kota Surabaya yang jatuh pada 31 Mei 1923.

Sosok dari fraksi Gerindra itu menemui sejarawan di Lodji Besar, Peneleh no 46, pada Rabu (2/6/2021). Ada beberapa hal yang dibahas Thony, sapaan akrabnya dengan sejarawan.

Baca juga: Soal Pemkot Surabaya Nonaktifkan NIK Pasien TBC, Anggota DPRD: Bisa Langgar Hak Asasi

Pertama, dia mengaku cukup terusik dengan masukan para sejarawan. Sebab, sebelumnya Surabaya disebut berusia 728 tahun.

"Artinya, kalau ada penetapan tanggal dan usia, penetapan itu didasarkan pada tanggal atau tahun yang sudah pas. Tapi dengan acara gugagan ini, saya tertarik melihat hasil tersebut," jelas Thony.

Sebelumnya, sejarawan yang berkumpul dalam Forum Begandring Soerabaia, mengadakan diskusi bertajuk 'Menggugat Hari Jadi Kota Surabaya'. Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh para sejarawan, arkeolog dan wartawan senior, namun juga Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.

Diskusi tersebut diadakan pada Senin, 31 Mei 2021. 46 tahun yang lalu, pada tahun 1975, ketika Surabaya dipimpin oleh Wali Kota Soeparno, ditetapkan bahwa HJKS jatuh pada 31 Mei 1293. Namun, pencarian tanggal HJKS sudah dilakukan oleh Wali Kota Soekotjo sejak 1973.

Nah, menurut sejarawan, HJKS sendiri jatuh pada tanggal 1 April 1906. Sebab, pada tanggal tersebut, Surabaya baru ditetapkan sebagai kota. Dibandingkan penetalan pada 31 Mei 1293, bukti autentik bahwa HJKS jatuh pada 1 April 1906 cukup banyak.

Sebab, pada 1 April 1906, ada desentralisasi dari Batavia ke beberapa tempat untuk punya otonomi daerah. Beberapa wilayah di antaranya ada Sukabumi, Malang, Denpasar, dan Bandung.

Mengenakan baju serba hitam, Thony menemui Kuncarsono, Nanang Purnomo dan Khatib Ismail dari Komunitas Begandring Soerabaia. "Gugatan itu menimbulkan kegamangan. Artinya hari jadi Surabaya yang selama ini diyakini pada 31 Mei 1923, ternyata ada versi 1 April 1906. Jangan sampai ada kesalahan yang diyakini benar," ujarnya.

Thony berharap penetapan 31 Mei 1923 bukan merupakan produk politik. Dalam forum pada Senin, 31 Mei 2021 lalu, Ia mengapresiasi perbandingan periodik yang disajikan sejarawan.

"Seolah di 1 tahun ada 3 momen besar, yaitu HJKS, HUT Indonesia, dan Hari Pahlawan. Kalau dilakukan secara periodik, Surabaya nggak kehabisan acara. Nah, itu yang harus diperhatikan. Jangan sampai tanggal salah dan kita merayakan kesalahan," terangnya.

Dalam khazanah akademik, Thony mengaku memahami bahwa pengetahuan yang disampaikan jadi kebenaran bisa digugurkan bila ada temuan baru yang lebih dipertanggungjawabkan.

Baca juga: Legislator PDIP: Kawal Dana Kelurahan Surabaya Rp 509 Miliar!

"Itu etika akademik. Kalau ini diterapkan pada HJKS, bisa saja. Asal didukung bukti dan artefak. Jangan sampai menetapkan sesutau yang salah. Nanti kita bisa jadi bahan tertawaan," jelasnya.

Dia mengaku akan mendampingi sejarawan untuk menindaklanjuti hal tersebut. Berangkat dari diskusi pada forum Senin lalu, Ia melihat kaidah akademik belum bisa dipertanggungjawabkan.

"Pemkot Surabaya perlu melibatkan banyak pihak. Seperti budayawan, arkeolog, sejarawan, maupun penulis buku. Intinya dipertanggungjawabkan. Kadar ilmiahnya mendekati kebenaran atau tepat dan benar. Supaya rasional," ucapnya.

Semangat Komunitas Begandring Soerabaia, lanjutnya, diupayakan akan ditindaklanjuti denagn membuat surat ke wali kota, lalu dikirimkan ke DPRD Surabaya.

"Kemudian bisa buat panitia khusus. Kalau perlu, diberi pembiayaan. Soalnya ada beberapa literatur. Misalnya di Leiden (Belanda). Supaya nggak terjebak dalam kekeliruan panjang," tandas A.H. Thony.

Sementara itu, Koordinator Forum Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo menjelaskan, bahwa pihaknya sudah membuat pleidoi. Dia menegaskan bahwa pihaknya tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar.

Baca juga: Usai Disidak Wawali Surabaya Armuji, Kini DPRD Panggil Pengusaha yang Diduga Tahan Ijazah Warga

"Sepertinya komunikasi dengan Pemkot Surabaya akan dimulai Minggu depan. Semalam saya sudah menghubungi Monique Susman, mantan kedutaan besar Belanda di Indonesia. Beliau berkenan menjadi bagian dari tim perumusan," jelas Kuncar sapaan akrabnya.

Pihaknya juga akan menggandeng budayawan. Dia saat ini sedang menelusuri dasar penetapan 31 Mei 1293 sebagai HJKS. Hasil penelusuran itu, akan diajukan pada Pemkot Surabaya.

"Saat itu kami mulai berpikir untuk publishing. Kami sudah melakukan penelitian selama 4-5 tahun lalu. Sudah ada kajian sederhana. Momentummya saat ini," tandasnya.

Senada dengan itu, Anggota Forum lainnya, Nanang Purwono menjelaskan, bahwa belakangan ini muncul banyak komunitas dan forum yang mengapresiasi sejarah serta budaya. Seiring dengan pertumbuhan forum itu, pibaknys menemukan banyak pertanyaan dan jawaban.

"Tahun ini kami bertekad bulat untuk menyampaikan. Terbukti dari sejarawan banyak fakta mengejutkan. Misalnya, dari beberapa sejarawan tidak menemukan dasar arkeologis," tegas Nanang. (byta)

Editor : Redaksi

Hukum
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru